Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Divonis Bersalah, Netty Prasetiyani: Pak Presiden Segeralah Meminta Maaf

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Kamis, 04 Juni 2020, 11:51 WIB
Divonis Bersalah, Netty Prasetiyani: Pak Presiden Segeralah Meminta Maaf
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani/Net
rmol news logo Putusan PTUN Jakarta yang memvonis bersalah Presiden Joko Widodo dan Menkominfo atas pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat, harus diindahkan oleh Kepala Negara. Yakni, dengan cara meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Papua.

Demikian disampaikan anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani dalam keterangannya yang diterima redaksi, Kamis (4/6).

"Saya menyarankan pemerintah segera menjalankan perintah putusan PTUN. Pak Presiden segeralah meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia, karena ini bukan hanya merugikan orang Papua tapi juga kita semua," kata Netty.

Menurut Netty, pemblokiran internet di tanah Papua dinilai sangat merugikan masyarakat, bukan hanya bagi masyarakat Papua tetapi semua pihak. Selain menghambat aktivitas keseharian masyarakat Papua, pemblokiran itu juga menutup akses keluar-masuk informasi di Papua.

"Sehingga kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana. Kabarnya juga para jurnalis tidak bisa mengirim berita yang akurat saat kericuhan itu terjadi, bukankah ini melanggar kebebasan pers yang sebagaimana tertuang dalam UI 40/1999 tentang Pers," ujarnya.

Jika pemerintah beralasan bahwa pemblokiran itu untuk menutup penyebaran informasi hoax yang dapat memperkeruh suasana di Papua. Tapi, pada sisi yang lain justru pemblokiran itu membuat kita hanya thau dari versi pemerintah saja.

Seharusnya jika pemerintah takut hoax, bisa menghalau dengan memberikan informasi yang benar, bukan malah memblokirnya. Untuk memberikan informasi yang benar, pemerintah punya semua sumberdaya dan infrastrukturnya.

"Masak kalah dan takut dengan informasi hoax yang disebar oleh hanya satu dua orang?" tutur Netty.

Alih-alih sejak awal memang pemblokiran itu syarat dengan maladministrasi. Pasalnya, kedaruratan dan situasi mendesak seperti apa sehingga pemerintah harus membatasi akses internet warga Papua.

"Kan tidak ada penjelasannya? Pemerintah hanya menyampaikan pemblokiran itu melalui siaran pers dan ini tidak cukup," pungkas Netty. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA