Menurut Boni Hargens, kelompok ini menggunakan sejumlah isu sebagai materi propaganda politik untuk memprovokasi rakyat.
Isu tersebut antara lain soal komunisme dan rasisme Papua dengan memanfaatkan kematian pria kulit hitam George Floyd di Minneapolis, Amerika Serikat.
“Isu lain yang mereka gunakan adalah potensi krisis ekonomi sebagai dampak inevitable (tidak terhindarkan) dari pandemi Covid-19. Kelompok ini juga membongkar kembali diskursus soal Pancasila sebagai ideologi negara,†kata Boni.
Dia menegaskan, isu yang mereka gunakan itu adalah instrumen dalam melancarkan serangan politik untuk melemahkan legitimasi pemerintah.
Juga ditambahkannya, kelompok ini tidak semata-nata “barisan sakit hatiâ€. Apa yang sedang mereka rancang, sambungnya, bukan dalam konteks dendam politik, melainkan sebagai upaya untuk mengacaukan negara sekaligus memburu rente.
Lebih jauh Boni mengatakan, para perancang kudeta ini adalah gabungan dari kelompok politik yang ingin memenangkan pemilihan presiden 2024, kelompok bisnis hitam yang menderita kerugian karena kebijakan yang benar selama pemerintahan Jokowi, dan ormas keagamaan terlarang seperti HTI yang ingin mendirikan negara syariah.
Selain itu, ada juga keterlibatan barisan oportunis yang haus kekuasaan dan uang.
Karena itulah, Boni mengatakan, lebih senang menyebut mereka sebagai “laskar pengacau negaraâ€Â yang ingin merusak tatanan demokrasi dan berusaha menjatuhkan pemerintahan sah hasil pemilu demokratis. Juga ingin mempertanyakan kembali Pancasila sebagai ideologi negara.
“Ada intensi untuk menuduh Pancasila sebagai bukan ideologi,†katanya lagi.
Dia juga mengatakan, ada bandar di balik gerakan kelompok pengacau ini, mulai dari bandar menengah sampai bandar papan atas.
“Bandar menengah misalnya oknum pengusaha pom bensin dan perkebunan asal Bengkulu, dan bandar papan atas ya tak perlu saya sebutkan di sini,†katanya lagi.
Boni menyangkankan manuver Din Syamsuddin dan Refly Harun, yang menurutnya ikut di dalam gerakan itu.
“Beliau (Din Syamsuddin) panutan umat, tokoh yang didengar banyak orang. Tak bijak jika ikut berkecimpung memperkeruh kolam yang bersih. Negara ini butuh negarawan dari segala lapisan, supaya bisa menjadi bangsa besar. Tokoh agama dan intelektual adalah panutan masyarakat. Maka, harus ada keteladanan moral dalam bertindak dan berbicara di ruang publik,†jelas Boni Hargens.
Dia mempertanyakan Refly Harun yang galak setelah tidak lagi menjadi komisaris BUMN.
“Jadinya ada kesan tidak baik seolah-olah ada vested interest di balik sikap kritisis beliau terhadap pemerintah,†demikian Boni Hargens.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: