Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pilkada Di Tengah Pandemik Corona Sangat Berbahaya, Begini Hasil Kajian Dahliah Umar

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/angga-ulung-tranggana-1'>ANGGA ULUNG TRANGGANA</a>
LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA
  • Jumat, 05 Juni 2020, 06:40 WIB
Pilkada Di Tengah Pandemik Corona Sangat Berbahaya, Begini Hasil Kajian Dahliah Umar
Ketua Network for Indonesian Democratic Society (Netfid Indonesia), Dahliah Umar/Net
rmol news logo Keputusan melaksanakan Pemilihan Kepala Daearh (Pilkada) serentak tahun 2020 di tengah pandemik virus corona baru dinilai sangat berbahaya.

Ketua Network for Indonesian Democratic Society (Netfid Indonesia) Dahliah Umar mengatakan, minimnya penggunaan teknologi dalam penyelenggaraan Pemilu adalah salah satu penyebabnya.

Selain membatasi kandidat yang melawan petahan, Dahliah mengamati, secara teknis tahapan dan pelaksanaan Pilkada di Indonesia masih menerapkan sistem manual.

Dengan demikian, argumentasi penyelenggaraan Pemilu dengan mengacu pada protokol kesehatan Covid-19 sangat susah diterapkan.
 
"(Pilkada saat pandemik Covid-19) sangat berbahaya, karena kita minim teknologi. Semua serba manual. Potensi penyebaran Corona saat tahapan dan pelaksanaan Pilkada sangatlah besar," demikian pendapat Dahliah Umar kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat malam (5/6).

Mantan Ketua KPU DKI Jakarta ini kemudian membandingkan bagaimana pelaksanaan Pemilu di Korea Selatan.

Dari hasil pengamatannya, keberhasilan Korsel dalam melaksanakan Pemilu pada medio April lalu itu karena sistem Pemilunya lebih sederhana.

Selain pemerintah Korsel langsung menerapkan tes massal saat awal munculnya Covid-19, varian tata cara pemilihan dan sistem pendaftaran pemilihnya sudah terintegrasi dengan dokumen kependudukan elektroniknya.

"Penghitungan suara secara elektronik. Implementasi protokol kesehatan yang ketat dalam pelaksanaan tahapan Pemilu, TPS disterilkan dengan disinfektan secara berkala, alat pelindung diri bagi petugas dan pemilih, TPS khusus pemilih bersuhu tubuh di atas normal dan teknis pelaksanaan lainnya," demikian penjelasan Dahliah.

Perempuan lulusan Magister Ilmu Hubungan Internasional di Nottingham University ini mengurai, bagaimana jika Pilkada serentak dilakukan saat pandemik corona.

Dari draf PKPU Pilkada pada masa bencana non alam yang ia terima (1/6) lalu, KPU telah mengatur mekanisme pemilihan dengan menerapkan protkol kesehatan untuk mencegah penyebaran, mulai jaga jarak, larangan berkerumun.

Meskipun demikian, dalam Pasal 7 Draf PKPU masih diwajibkan kehadiran fisik.

Meski sudah diatur pemanfaatan teknologi informasi untuk menggantikan pertemuan tatap muka, Dahliah menilai, kendala fasilitas alat pelindung diri (APD) bagi petugas dan pemilih akan menjadi masalah serius.

"Di Indonesia nggak ada sarung tangan, hanya petugas saja. Di Korsel nggak ada orang berkumpul karena penghitungan secara elektronik. Sedangkan di Indonesia penghitungannya manual, Singapura, Jerman dan Inggris metodenya seperti di Indonesia makanya menunda. Sedangkan kenapa di Amerika tidak menunda, karena mereka serba canggih seperti Korsel, ada negara bagian yang tidak pakai TPS," demikian hasil kajian Dahliah. 

"Sarana prasarana rekrutmen PPK/PPS secara daring minim fasilitas. Minimnya SDM yang bersedia/tersedia untuk menjadi panitia adhoc karena mengkhawatirkan keselamatannya dan biaya tinggi dalam berkomunikasi secara virtual," pungkas Dahliah. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA