Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengamat Ekonomi: Dana Haji Bukan Untuk Intervensi Pasar, Hanya Dikonversi Dari Valas Ke Rupiah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Jumat, 05 Juni 2020, 10:13 WIB
Pengamat Ekonomi: Dana Haji Bukan Untuk Intervensi Pasar, Hanya Dikonversi Dari Valas Ke Rupiah
Pengamat ekonomi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Setia Mulyawan/Istimewa
rmol news logo Usai Menteri Agama mengumumkan pembatalan ibadah haji 2020, beredar kabar dana haji sebesar 600 juta dolar AS atau sekitar Rp 8,4 triliun akan digunakan untuk memperkuat nilai rupiah di tengah pandemi Covid-19.

Berita tersebut berawal dari pernyataan Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu, dan sempat ramai dibicarakan di media sosial. Belakangan, kabar tersebut telah diklarifikasi oleh BPKH.

Menurut pengamat ekonomi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Setia Mulyawan, pembatalan keberangkatan haji tahun ini mungkin saja akan memberi dampak terhadap penguatan nilai rupiah.

“Ya kan menjelang pelaksanaan haji sangat boleh jadi dana haji sudah ditempatkan dalam bentuk valuta asing seperti dolar. Kalau terjadi pembatalan keberangkatan, berarti dana dalam bentuk valas sebesar 600 juta dolar tersebut mungkin saja dikonversi kembali ke dalam mata uang rupiah," jelas Setia saat dihubungi, Kamis (4/6).

Menurut Mulyawan, jika dana haji yang semula dalam valas dikonversi kembali ke rupiah, maka supply valas akan mengalami kenaikan bersamaan dengan kenaikan demand terhadap rupiah.

“Dugaan saya dana haji itu bukan digunakan untuk intervensi pasar, tetapi hanya dikonversi dari valas ke rupiah. Dana haji itu harus dikelola secara prudent, tidak berisiko tinggi, transparan, dan yang terpenting adalah jemaah haji sebagai pemilik dana harus menjadi penerima manfaat dari portofolio tersebut,” terangnya.

Menurutnya, seharusnya Pemerintah melalui BPKH menjelaskan kepada masyarakat tentang isu dana haji untuk penguatan rupiah. Jangan sampai berita tersebut menjadi isu yang seolah-olah dana haji akan digunakan dulu oleh pemerintah untuk kebutuhan lain, terlebih di saat pemerintah membutuhkan dana untuk mengatasi dampak Covid-19.

Sementara itu soal keputusan pemerintah yang membatalkan kerangkatan haji sebelum ada pengumuman resmi dari pemerintah Arab Saudi, Mulyawan menilai hal tersebut merupakan langkah yang tepat karena lebih mendahulukan maslahat bagi jemaah calon haji.

“Yang tidak kalah pentingnya adalah jaminan kepada jemaah haji yang ditunda keberangkatannya tahun ini untuk memperoleh prioritas pada tahun depan, tanpa harus membayar biaya yang lebih besar,” katanya.

“Jadi penggunaan dana haji harus diikhtiarkan memperoleh maslahat yang besar, agar dapat mengkompensasi apabila tahun depan mengalami kenaikan biaya haji,” kata pria yang juga Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam tersebut. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA