Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Siti Zuhro: PT 0 Persen Bisa Bikin Pemilu Digelar Dua Putaran

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Rabu, 10 Juni 2020, 00:40 WIB
Siti Zuhro: PT 0 Persen Bisa Bikin Pemilu Digelar Dua Putaran
Pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro/Net
rmol news logo Keputusan ambang batas pencalonan presiden harus benar-benar dipikirkan dengan matang oleh legislatif, eksekutif, dan penyelenggara pemilu.

Seperti yang beredar belakangan mengenai usulan ambang batas pencalonan presiden 0 persen yang dinilai mencerminkan demokrasi. Menurut pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro, usulan tersebut akan menimbulkan dampak baru yang harus diantisipasi bila benar diterapkan.

“Bila PT (presidential threshold) 0 persen, tidak menutup kemungkinan 9 partai di DPR akan mencalonkan semua dan Pilpres bisa dua putaran. Kecenderungan terjadi fragmentasi politik sulit dihindari,” ujar Siti Zuhro dalam diskusi ‘Menyoal RUU Tentang Pemilu dan Prospek Demokrasi Indonesia’ secara virtual mengenai presidential threshold atau ambang batas presiden, Selasa (9/6).

Namun bila ambang batas presiden setengah yang berlaku dari Pemilu 2019 silam, atau 10 hingga 15 persen, kata dia, tidak menutup kemungkinan akan muncul 4 hingga 5 calon presiden.

“Melalui desain ini, konsolidasi politik akan terjadi dan politik cenderung terfragmentasi. Sehingga, tidak ada head to head,” ucapnya.

Oleh karenanya, ia menyarankan para perumus dan pengambil kebijakan dalam menentukan UU Pemilu perlu mempertimbangkan karakter Indonesia yang komunal dan permisif.

“Saya selalu mengingatkan, masyarakat kita bukan individualistik melainkan masih di tataran komunal dan permisif. Pengalaman empirik pemilu 2014 dan 2019 dampaknya perlu dicarikan solusi akurat agar tidak mengulang kesalahan sama hanya karena mementingkan tujuan jangka pendek, tapi merugikan negara dan masyarakat,” paparnya.

Zuhro menilai, Pilpres 2024 harus seiring dengan penguatan sistem presidensial, dengan semangat tidak membatasi jumlah partai yang berkoalisi dalam mengusung dan mendukung paslon.

Hal tersebut penting karena akan memberi peluang partai lain untuk membangun koalisi berkualitas.

"Kalau sudah katakan sampai 30 persen koalisi, ya sudah enggak usah dipenuhi. seperti Pilkada 2015 yang terjadi calon tunggal, 2017 calon tunggal meningkat. Di 2018 meningkat lagi. Sangat celaka kotak kosongnya menang dan ini malapetaka demokrasi,” tegasnya.

“Untuk Pilpres menurut saya pengalaman empirik 2019 harus jadi pertimbagnan matang dan diberikan solusi dalam bentuk pasal dan ayat,” tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA