Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Soal Perlindungan PMI, Kepala BP2MI Harus Sinkronisasi Dengan Kemenaker

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Rabu, 10 Juni 2020, 10:36 WIB
Soal Perlindungan PMI, Kepala BP2MI Harus Sinkronisasi Dengan Kemenaker
Foto:Net
rmol news logo Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) harus melakukan sinkronisasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) soal pelaksanaan teknis operasional sistem pelindungan dan penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Demikian disampaikan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki), Tegap Hardjadmo dalam keterangannya, Selasa (9/6).

Sebelumnya, dua asosiasi yakni Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) dan Asosiasi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (ASPATAKI) mendukung kebijakan Kepala BP2MI Benny Ramdhani, di antaranya melaksanakan amanat UU 18/2017 tentang Perlindungan PMI, khususnya tentang pembiayaan.

Pada Pasal 30 ayat 1 disebutkan, PMI Indonesia tidak dapat dibebani biaya penempatan. Sementara ayat 2 disebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai biaya penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan.

"Sikap Himsataki bukan tidak mendukung atas kebijakan Kepala BP2MI tersebut, akan tetap hemat kami sebagaimana tertera dalam penjelasan UU 18/2017, frasa Pasal 30 adalah 'cukup jelas'. Hal tersebut bermakna bahwa pembentuk UU menganggap rumusan norma dalam batang tubuh tidak perlu diperjelas lagi karena dianggap sudah jelas," kata Tegap Hardjadmo.

Namun menurutnya, tidak ada salahnya BP2MI melihat dan mencari referensi tentang dokumen-dokumen pembahasan, naskah akademik, atau sistematika undang-undang berkenaan pasal tersebut agar tidak terjadi salah penafsiran atas pasal tersebut.
 
Dalam penafsiran Himsataki, kata Tegap Hardjadmo, UU tersebut secara logika berada dan saling berhubungan antara satu dengan lainnya, yakni mewujudkan kesatuan yang melahirkan pendelegasian kewenangan untuk mengatur lebih lanjut sesuatu hal dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri dan Peraturan Badan yang tujuannya adalah melindungi PMI atau calon PMI dan keluargaya sebagai subjek, dan bukan objek.
 
"Tidak ada salahnya BP2MI melakukan sinkronisasi dan harmonisasi dengan kementerian terkait dalam pelaksanaan dari UU tersebut," tuturnya.

Pihaknya berharap kebijakan yang dikeluarkan dalam penyelengaraan dan pelaksanaan UU tersebut berjalan cepat, berintegritas, netral, transparan dan akuntabel.

Terkait kebijakan BP2MI yang merujuk Pasal 30 ayat 1 UU tersebut dan telah mendapat dukungan APJATI dan ASPATAKI, lanjut Tegap Hardjadmo, pada prinsipnya Himsataki mendukung, namun perlu disertai evaluasi dan audit terhadap proses penempatan dan perlindungan yang berjalan saat ini.

Yakni mempertimbangkan bahwa masing-masing negara penempatan memiliki kebijakan yang berbeda terkait pembebanan biaya rekrutmen bagi pemberi kerja serta persaingan dengan negara pengirim lainnya.

"Kedua, jenis jabatan pekerjaan bagi calon PMI yang berbeda struktur biayanya, berbeda antara bekerja kepada perseorangan dan badan hukum, berbeda antara low skill, semi-skilled dan skilled," urainya.

Ketiga, ada transparansi dalam menyusun biaya penempatan sehingga pembebanan biaya kepada siapapun dianggap adil. "Terakhir, risiko keuangan dalam hal pembebanan biaya," tutup Tegap Hardjadmo. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA