Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

RUU Ciptaker Bukan Ancaman, Justru Membuat Buruh Punya Nilai Tawar Pada Pemerintah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Kamis, 11 Juni 2020, 16:50 WIB
RUU Ciptaker Bukan Ancaman, Justru Membuat Buruh Punya Nilai Tawar Pada Pemerintah
Ilustrasi
rmol news logo Buruh atau serikat pekerja harus realistis dalam menilai penyusunan omnibus law RUU Cipta Rancangan kerja yang saat ini masih berjalan.

Pengamat ketenagakerjaan dari Indonesian Consultant at Law (IClaw), Hemasari Dharmabumi, mengatakan RUU Ciptaker justru dapat membuat buruh memiliki posisi tawar terhadap pemerintah.

"Jadi penciptaan lapangan pekerjaan oleh pemerintah ini jangan dilihat oleh buruh atau serikat buruh sebagai ancaman. Justru ini adalah era di mana mereka bisa bargaining kepada pemerintah," ujar Hemasari saat dihubungi, Kamis (11/6).

Hemasari membenarkan, RUU Cipta Kerja memiliki keberpihakan terhadap pengusaha karena inti dari UU itu adalah untuk menciptakan lapangan kerja di banyak sektor.

Akan tetapi, dia mengingatkan keberpihakan itu bukan berarti secara otomatis merugikan buruh.

Misalnya, dia mencontohkan upah minimum kabupaten/kota dalam RUU Cipta Kerja yang dihilangkan. Hal ini dikarenakan banyak pengusaha menjadikan upah minimum menjadi upah maksimum bagi buruh.

"Sekarang yang terjadi upah maksimum kan. Dengan ditetapkannya upah sekian, misalnya di Karawang sebesar Rp 4,7 juta ya upahnya segitu aja. Upah minimum dijadikan upah maksimum, ini yang tidak benar," ujarnya.

Menurutnya, kebijakan upah maksimum telah membuat negosiasi upah yang seharusnya terjadi antara pekerja dengan pengusaha tidak berjalan. Pasalnya, buruh tidak bisa mengajukan tuntutan kenaikan upah karena dibatasi.

"Jadi serikat buruh harus realistis. Kalau misalnya kita tidak mengundang investasi, tidak membuka lapangan pekerja seluas mungkin akan membuat pengangguran tinggi. Nah pengangguran yang tinggi sebetulnya berdasarkan prinsisp ekonomi itu kesejahteraan buruh jauh dari tercapai," jelasnya.

Di sisi lain, tingginya angka pengangguran berkorelasi langsung terhadap tidak sejahteranya buruh. Misalnya, pengusaha akan mencari buruh lain ketika ada buruh yang mengajukan kenaikan gaji.

"Kalau pengangguran banyak, lalu buruhnya mau naik gaji kata pengusahanya yasudah saya pecat saja kamu, banyak kok yang masih mau kerja di sini," ujarnya.

Hemasari menambahkan RUU Cipta Kerja nantinya akan memberi kesempatan serikat pekerja berunding dengan perusahaan dalam menciptakan keadilan. Sebab, selama ini dia melihat hal itu tidak terjadi.

"Sekarang perusahaan besar atau kecil semua disamaratakan gajinya. Justru ini yang menimbulkan diskriminasi dan ketidakadilan. Jadi serikat kalau berpikir rasional justru harus mendukung sebuah UU yang memungkinkan tingkat pengangguran berkurang atau tergerus," urainya.

Lebih dari itu, Hemasari menuturkan RUU Cipta Kerja memuat pasal yang berasal yang terurai dari banyak UU.

"Selama ini, tumpang tindihnya pasal di sejumlah UU membuat investasi terhambat," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA