Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kemunduran Etis Dan Historis, MRD: Kita Tidak Melihat Draf RUU HIP Refleksikan Semangat Pancasila

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/angga-ulung-tranggana-1'>ANGGA ULUNG TRANGGANA</a>
LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA
  • Senin, 15 Juni 2020, 08:01 WIB
Kemunduran Etis Dan Historis, MRD: Kita Tidak Melihat Draf RUU HIP Refleksikan Semangat Pancasila
Waseken Demokrat dan Direktur IDR, Muhammad Rifai Darus/RMOL
rmol news logo Penolakan terhadap rancangan Undang Undang Pancasila terus bermunculan. Elite Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun diminta belajar dari perjalanan sejarah negara dan bangsa Indonesia.

Direktur Eksekutif Indonesia Development Review (IDR) melihat dalam draf RUU HIP belum merefleksikan semangat dan jiwa Pancasila. Imbasnya menjauh dari tujuan akhir keberadaan Pancasila sebagai ideologi dasar negara.

"IDR tidak melihat draf RUU HIP merefleksikan semangat Pancasila yang tujuan akhirnya pembentukan etos, pekerti, mental, karakter dan jati diti seluruh warga negara dalam rumah ebsar Indonesia," demikian kata MRD -sapaan akrabnya-, Senin (15/6).

Menurut Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat ini, kemunculan RUU HIP ini merupakan kemunduran etis dan historis. Dari dimensi etis, MRD menyesalkan, seharusnya pihak perumus dapat membuka ruang keterlibatan publik lebih luas, termasuk sejak perumusan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah).

Mengingat, sejak awal kelahiran Pancasila, ketegangan antar kelompok dan warisan persoalan masih mengemuka dan untuk itu sangat terbuka ruang diskursus publik.

Pertimbangan lain kata Putra Papua ini, Pancasila adalah konsepsi adiluhung (weltanschauung) atau basis (norma) hukum tertinggi, yang terkristalisasi dari warisan luhur peradaban nusantara sejak lama. Dan untuk menjabarkannya, diperlukan proses cukup panjang dan kolaboratif.

MRD kemudian menjelaskan bagaimana proses lahirnya Pancasila yang melibatkan elemen intrinsik, yakni sebagai bahan bakar evaluasi bagaiamana Pancasila harus emnjadi rujukan moral, etik dan prinsip dalam beragama, bermasyarakat dan bernegara.

"Istilah etik dan moril, merupakan saripati leluhur nusantara yang terkombinasi melalui jejak kebudayaan dan warisan kemajemukan dalam ruang budaya, etnik, bahasa, keyakinan maupun agama. Itulah, mengapa istilah "menjiwai" seharusnya menjadi turbin penggerak kesadaran kita bersama untuk menghargai dan belajar dari sejarah, memperbaiki situasi hari ini (kontemplatif) dan bersiap menghadapi masa depan," demikian ulasan MRD.

Selain itu, menurut MRD, melihat Pancasila harus dilihat dari aspek historis. Ia menyebutkan, bagaimana ketegangan antar kelompok ketika itu saling berupaya untuk menjadi kepompok dominan dan memiliki kecenderungan hegemonik yang menempatkan Pancasila sebagai klaim politik historis sepihak.

Orde Baru, tambah MRD adalah contoh nyata tindakan tafsir tunggal terhadap ideologi Pancasila.

"Tentu saja itu, selain kemunduran, juga sangat membahayakan. Tafsir tunggal dan potensi indoktrinasi di masa Orde Baru merupakan contoh teramat mahal, betapa Pancasila "dipenjara" dan menjadi alat penetrasi hegemonik kekuasaan mengontrol ruang publik," demikian kata MRD.

Berangkat dari hal  itu, IDR meminta pembahasan RUU HIP tidak tergesa-gesa dan harus melibatkan seluruh elemen publik. Tujuannya, selain menghindarkan potensi disengketakan ke Mahkamah Konstitusi, Pancasila harus dijiwai oleh keseluruhan tradisi budaya leluhur dan jejak keagamaan yang membawa misi rahmatan lil 'alamin.

"Diperlukan penjabaran lebih deskriptif dan pendalaman lebih lanjut terkait haluan ideologi yang pernah tumbuh kembang di Indonesia yang dalam sejarahnya tidak hanya berpotensi membawa (trauma) luka sejarah masa lalu, tetapi juga tercatat pernah membuat rapuh ruang kemajemukan dan keutuhan republik," pungkas MRD. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA