Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

KNPI: Kok KPPU Malah Bela Monopoli Telekomunikasi Indonesia Timur?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Senin, 15 Juni 2020, 21:16 WIB
KNPI: Kok KPPU Malah Bela Monopoli Telekomunikasi Indonesia Timur?
Ilustrasi
rmol news logo Pernyataan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menolak tegas usulan satu tarif layanan komunikasi, patut disayangkan.

Penolakan tersebut diungkapkan Komisioner KPPU Kodrat Wibowo. Menurutnya, usulan satu tarif tidak mungkin diterapkan dengan alasan bertentangan dengan UU Persaingan Usaha.

"Fungsi pasar di industri telekomunikasi sudah berjalan dengan baik. Kalau ada pihak yang menginginkan harga fixed maka mereka meniadakan semangat persaingan usaha yang sehat. Padahal penciptaan persaingan usaha yang sehat sudah ada di dalam UU," katanya.

Perihal hal tersebut, Ketua Infokom DPP KNPI Muhammad Ikhsan menilai, penolakan pada usulan itu sama saja KPPU sebagai lembaga negara malah mendukung adanya monopoli atau penguasaan operator telekomunikasi pada wilayah tertentu..

“Saya sampai terheran-heran kok bisa ada komisioner KPPU malah bicara terang-terangan membela dominasi operator yang sangat merugikan masyarakat terutama di masa pandemik Covid-19 ini,” ujar Ikhsan, dalam keterangannya, Senin (14/6).

Ikhsan menyebutkan, lembaga KPPU yang dibiayai oleh negara tidak bisa membaca perundang-undangan telekomunikasi secara jelas. Pada UU 36/1999 jelas tercantum bahwa telekomunikasi itu dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah.

“UU tersebut jelas dibacakan bahwa telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa," jelasnya.

"Sekarang di mana adil dan meratanya kalau masyarakat di Indonesia Timur dipaksa untuk membayar lebih mahal karena tidak ada pilihan lain,” cetus Ikhsan.

Ikhsan menjelaskan di pasal tersebut jelas menerangkan larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di antara penyelenggara telekomunikasi.

“Sekarang ada operator yang 70 persen revenuenya dari luar Jawa dan penguasaan pasarnya hingga 80 persen di luar jawa, kan dari situ jelas ada indikasi persaingan tidak sehat di sana. Lah ini kok malah dibela sama KPPU, luar biasa dominasinya,” bebernya.

Ikhsan mengkhatirkan dominasi telekomunikasi ini bahkan bisa mempengaruhi sampai tingkat pemerintah dan dewan.

Dia mengingatkan bahwa pada 2 September 2019 Menkominfo waktu itu Rudiantara menyatakan bila Palapa Ring rampung maka ada harapan tarif internet se Indonesia bisa satu harga. Tetapi, nyatanya sekarang sampai sekarang belum terwujud.

“Kita tahu betul kalau keinginan kita dalam mewujudkan komunikasi berkeadilan bagi masyarakat di Indonesia Timur terwujud ada pihak yang merasa dirugikan akan melakukan apapun agar kebijakan network sharing ini tidak tercapai,” ucapnya.

“Jujur saja kita kuatir apabila menunggu omnibus law ditetapkan di mana revisi mengenai network sharing telah dimasukan bisa-bisa akan hilang bila dioperasi oleh mereka. Karena itu kita mendesak untuk sebaiknya revisi PP 52 dan 53 secepatnya agar tidak ada lagi ruang bagi mereka untuk melepas penindasan digital terhadap masyarakat Indonesia Timur," dia menambahkan.

Ikhsan mengingatkan lembaga yang dibiayai negara itu adalah alat negara untuk mensejahterakan rakyatnya. Sehingga, siapapun orang di lembaga negara yang membela kepentingan tertentu maka layak dicopot.

“Sebaiknya negara copot saja komisioner KPPU yang terang-terangan membela penindasan digital tersebut, buang-buang uang negara saja menggaji orang tersebut,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA