“Boleh-boleh saja. Berharap itu sama saja menjual mimpi di siang bolong,†kata Ucok kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (17/6).
Pasalnya, kata Ucok, jika melihat indikator ekonomi, masih lambat sekali. Misal manufaktur dan daya beli mengalami pelambatan.
Bahkan, kata Ucok, saat ini industri manufaktur dari kinerja impor pada bulan Mei 2020 tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS) semua turun cenderung melambat.
Di sisi lain, Ucok menyoroti Pemerintah yang melonggarkan PSBB dengan tujuan menggenjot daya beli masyarakat.
“Di satu sisi, pemerintah tidak bisa mengendalikan atau menghentikan penuraan pandemik Covid 19. Pelonggaran PSBB ini bisa rakyat jadi korban Covid-19, dan akan jadi bumerang sendiri bagi ekonomi yang makin nyusep padahal baru dibuka,†ujarnya.
Ia menggambarkan, jika saja efek PSBB dilonggarkan setiap harinya terdapat sekitar 1000 orang lebih terinfeksi Covid-19, maka saat masuk pada fase ke 2 daya beli dan manufaktur juga mengalami perlambatan.
“Bukan hanya itu, dana asing, yang sudah masuk ke Indonesia, akan kabur lagi karena Indonesia dianggap tidak sehat,†terang Ucok.
Jika sudah kondisinya sudah demikian, Ucok melihat Menteri Keuangan akan kebingungan karena negara mengalami minimnya pendapatan.
“Untuk itu pengeluaran APBN 2020 harus lebih efisien. Khusus dana pemulihan ekonomi harus diperas seperti dana talangan atau dana kartu prakerja, atau dana apa saja buat BUMN sebesar Rp 152 triliun,†pungkas Ucok.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: