Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Refly Harun: PT 20 Persen Buat Politik Beku Dan Suburkan Kartel Politik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Kamis, 18 Juni 2020, 20:28 WIB
Refly Harun: PT 20 Persen Buat Politik Beku Dan Suburkan Kartel Politik
Refly Harun bicara soal Presidential Threshold/Repro
rmol news logo Ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) sebesar 20 persen yang masih dipertahankan beberapa pihak sejatinya dinilai sebagai pangkal persoalan buruknya sistem demokrasi di Indonesia.

Pakar hukum tata negara, Refly Harun mencontohkan, perhelatan Pilpres 2014 dan 2019 yang menggunakan ambang batas tersebut memunculkan polarisasi dan terbelahnya masyarakat.

“Politik kita jadi beku, tidak ada alternatif pemikiran lain. Kalau anda kritik pemerintah, berarti anda pro kepada yang antipemerintah,” kata Refly dalam channel Youtubenya yang dilihat redaksi, Kamis (18/6).

Di sisi lain, dengan tingginya PT justru membuat subur oligarki dan kartel politik yang memborong semua partai politik sehingga hanya menyisakan calon penantang.

Bahkan, kata Refly, mengingat apa yang disampaikan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo, jika mau berkuasa cukup kuasai parpol atau beli saja parpol menjadi efek lain dari adanya PT sebesar 20 persen.

“Karena itulah saya selalu mengampanyekan bahwa PT ini harus dihilangkan, bukan diturunkan,” ujarnya.

Refly berpendapat, dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 soal pengajuan paslon capres dan cawapres secara tegas dan jelas mengatakan bahwa paslon capres dan cawapres diajukan oleh parpol atau gabungan parpol sebelum pemilu.

“Dari sini kita pahami bahwa syarat untuk dapat mengajukan paslon capres dan cawapres adalah menjadi parpol peserta Pemilu. Jadi kalau parpol yang enggak lolos sebagai peserta pemilu, maka dia enggak bisa mengusung calon. Tapi kalau dia lolos, harusnya dia bisa mengajukan paslon ini tidak,” tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA