Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Usulan Penambahan Klausul Ideologi di RUU HIP Undang Kontroversi, Pengamat: PDIP Masih Perlu Tajamkan Argumen

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Sabtu, 20 Juni 2020, 23:32 WIB
Usulan Penambahan Klausul Ideologi di RUU HIP Undang Kontroversi, Pengamat: PDIP Masih Perlu Tajamkan Argumen
Direktur Eksekutif Saiful Mudjani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas/Net
rmol news logo Penambahan klausul ideologi di dalam Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) oleh PDIP bakal menambah kontroversi yang lebih luas di masyarakat.

Pasalnya, Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan, partai berlambang kepala banteng moncong putih itu setuju dengan penambahan klausul ideologi yang bertentangan dengan Pancasil. Seperti marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme, serta bentuk khilafahisme

Dalam pandangan pengamat politik dari Saiful Mudjani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas, penambahan klausul ideologi itu memperkeruh kontroversi dan tidak mampu menarik dukungan publik.

"Penambahan klausul yang terlalu luas itu hanya mengundang kontroversi lebih luas. Kontroversi jelas bukan resep yang tepat untuk meyakinkan publik agar menerima RUU tersebut," ujar Sirojudin Abbas saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (20/6).

Direktur Eksekutif SMRC ini menilai, penambahan klausul larangan terhadap ideologi yang terlalu luas tersebut juga tidak memiliki dasar yang kuat dan tepat untuk mendorong RUU HIP disahkan.

Karena menurutnya, isme-isme yang disebutkan Hasto, selain daripada marxisme-komunisme, tidak pernah tercantum di dalam TAP-MPR.

"Itu tidak membantu menjelaskan alasan kebutuhan RUU HIP. Lagipula, kan hanya marxisme-komunisme yang nyata-nyata telah resmi dilarang lewat TAP MPR," tegas lulusan Ilmu Kesejahteraan dan Pembangunan Sosial University of Berkeley ini

Maka dari itu, lanjut Sirojudin, keinginan PDIP mendorong RUU HIP bukan pada waktu yang tepat. Selain tidak memiliki argumantasi yang subtantif, saat ini pemerintah dan masyarakat juga tengah fokus menanggulangi dampak pandemik Covid-19.

Sehingga ia berkesimpulan bahwa PDIP masih harus mencari momentum yang tepat, sembari menyusun argumen-argumen yang subtantif untuk mendorong RUU HIP ini. Bukan malah justru mempertontonkan kelemahannya dalam menyusun ide dan gagasan.

"Hal Ini semakin menunjukkan PDIP masih perlu memperbaiki dan menajamkan argumen yang lebih substantif tentang alasan dan urgensi RUU ini. Dalam situasi seperti Indonesia saat ini, yang diperlukan segera oleh bangsa ini adalah pengesahan RUU Cipta Kerja," ungkapnya.

"Jika disahkan, UU Cipta Kerja tidak hanya akan membantu pemulihan ekonomi akibat pandemik Covid-19. Lebih dari itu, UU Cipta Kerja bisa membuat Indonesia lebih kompetitif dan mengalami lompatan kemajuan pembangunan dan kemakmuran," demikian Sirojudin Abbas. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA