Belakangan, presiden memerintahkan lembaga antirasuah untuk mengawasi implementasi anggaran pemulihan ekonomi dan penanganan virus corona baru atau Covid-19.
Pasalnya, nilai yang cukup fantastis dipersiapkan pemerintah untuk hal itu, yakni sebesar Rp 677,2 triliun.
Maka wajar jika Jokowi mewanti-wanti penggunaan anggaran itu tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab.
Namun Direktur Eksekutif Center of Public Policy Studies (CPPS) Bambang Istianto menilai, perilaku korupsi yang kerap dilakukan oleh aparatur birokrasi sulit dihapus dari persepsi publik. Sehingga, menurutnya, tidak cukup hanya KPK yang bisa memberantasnya.
"Apalagi dengan kebijakan pemerintah melalui UU 2/2020 (UU Corona), yang dinilai memberikan kekebalan hukum, dan menjadikan banyak kalangan kian skeptis," ujar Bambang kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (22/6).
Bahkan, dosen pascasarjana UPN Veteran Jakarta ini melihat publik berharap banyak kepada alokasi anggaran sebesar itu bisa mendongkrak kegiatan ekonomi pada masa new normal dan pasca pendemik Covid-19. Utamanya di sektor UMKM.
"UMKM mampu menopang jutaan masyarakat korban PHK, pengangguran maupun pra kerja," tuturnya.
Secara etik dan normatif, Bambang menjelaskan, tatakelola pemerintahan yang transparan, akuntabel dan good governance memang menjamin penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan anggaran.
Namun jika aparatur penegak hukum tidak memiliki komitmen dan konsistensi yang kuat, maka menurutnya upaya reformasi birokrasi tersebut akan sia sia. Bahkan tidak mustahil persepsi publik seringkali menganggap kasus korupsi akan menguap atau tidak ada tindak lanjutnya, setelah dilakukan deal dengan penegak hukum.
"Pada proses ini bukan rahasia umum terjadi deal deal antara anggota DPR dengan aparatur birokrasi yang dapat memberi celah penyalahgunaan kewenangan dalam pelaksanaan anggaran," ungkap Bambang.
"Sehingga dalam tahap implementasi, aparatur birokrasi lemah menghadapi tekanan sesuai deal tersebut, sehingga kebocoran anggaran sulit dihindari," sambungnya.
Karena itu, Bambang berkesimpulan bahwa penegakkan hukum korupsi tidak bisa mengandalkan para aparatur birokrasi yang dituntut berintegritas, meskipun telah menandatangani pakta integritas.
"Harapan publik hanya kepada segenap elemen masyarakat yang tegabung dalam ormas, LSM dan penggiat antirasuah sebagai kontrol sosial secara all out melakukan pengawasan terhadap perilaku pejabat publik, diawasi dengan ketat," demikian Bambang Istianto menambahkan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: