Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pancasila Sudah Final, Tidak Bisa Diperas Dalam Trisila Atau Ekasila

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Minggu, 28 Juni 2020, 19:26 WIB
Pancasila Sudah Final, Tidak Bisa Diperas Dalam Trisila Atau Ekasila
Anggota MPR RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam acara Sosialisasi Empat Pilar/Net
rmol news logo Dinamika sosial menyusul maraknya penolakan atas Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) mendapat perhatian khusus dari lembaga MPR RI.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Hal itu disampaikan anggota MPR RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam acara Sosialisasi Empat Pilar di hadapan sekitar 50 pengasuh pondok pesantren se Jawa Timur di Surabaya, Minggu (28/6).

Dikatakan LaNyalla, lima sila dalam Pancasila sudah final dan tidak bisa diperas lagi dalam pemaknaan Trisila atau Ekasila.

Pancasila, kata dia, adalah susunan yang saling berurutan dari sila pertama hingga melahirkan tujuan hakiki bangsa ini di sila kelima.

“Dan Pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran agama, termasuk Islam. Artinya Islam bukan ancaman bagi Pancasila. Justru komunisme dan kapitalisme ancaman sebenarnya bagi Pancasila,” ujar LaNyalla.

LaNyalla menjabarkan, bahwa sila pertama yang berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa memiliki arti ber-Tuhan, yang diartikan melaksanakan ajaran agamanya.

Dalam Islam, kata Ketua DPD RI ini, artinya menjalankan Syariat Islam di mana hal paling fundamental adalah mendirikan sholat dan berbuat amal kebajikan.

“Nah, kalau seluruh anak bangsa ini menjalankan ajaran agamanya, dan kita sudah mencegah perbuatan keji dan mungkar, maka sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab akan terwujud," katanya.

"Apa artinya? Rakyat yang hidup di negeri ini memiliki moral, akhlak dan adab, serta sikap yang baik dan luhur,” tegas Ketua Pemuda Pancasila Jawa Timur itu.

Dengan situasi itu, masyarakat Indonesia akan bersatu dengan saling menghargai perbedaan suku dan agama serta perbedaan lainnya. Masyarakat Indonesia akan hidup dalam keberadaban dengan budi pekerti yang luhur.

Dalam situasi itu, sambungnya, maka terwujudlah sila ketiga, persatuan Indonesia. Persatuan yang terjadi atas kesadaran diri, bukan atas
paksaan atau tekanan.

“Lalu apa yang terjadi setelah orang-orang yang menjalankan agamanya, dan orang-orang beradab ini bersatu? Munculah orang-orang yang bijaksana sebagai perwakilan untuk bermusyawarah dengan tujuan menemukan pemimpin bangsa ini. Itulah makna sila keempat," jelasnya.

Jika keempat sila telah dilaksanakan, lanjutnya, maka bangsa yang kaya dan besar ini akan dipimpin oleh pemimpin yang hikmat dalam mengabdi untuk bangsa dan negara.

Jika hal ini terwujud, maka Indonesia akan menjadi baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur, yakni terwujudnya sila kelima yang merupakan cita-cita akhir para pendiri bangsa ini. Yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

LaNyalla menegaskan, kalimat sila kelima mengandung dua frasa penting. Yaitu kata keadilan sosial dan kata seluruh rakyat.

Artinya, kata dia, adil dalam kacamata sosial itu bukanlah sama rata sama rasa atau membiarkan siapa yang mampu bertahan hidup. Tetapi mana yang harus dibantu, mana yang tidak, mana yang harus disubsidi, mana yang tidak.

“Orang miskin atau kurang beruntung harus mendapat keadilan dengan biaya kesehatan gratis. Biaya pendidikan gratis, dan lainnya. Sementara yang mampu atau kaya, tidak boleh mendapatkan perlindungan negara semacam itu," terangnya.

"Makanya dalam konstitusi kita disebutkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Itulah makna keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” imbuhnya.

Sambungnya, wajar adanya banyak penolakan RUU HIP dari seluruh elemen bangsa ini. Terutama dari MUI, NU dan Muhamadiyah. Karena hal itu bermuara pada sikap dan pandangan umat Islam, bahwa Pancasila itu sudah final dan sama sekali tidak bertentangan dengan Islam.

Oleh karena itu, disebutkan LaNyalla, DPD RI sepakat membentuk tim kerja untuk menelaah lebih dalam dan komprehensif terhadap RUU HIP tersebut, untuk nantinya akan menyatakan sikapnya secara kelembagaan.

"Apakah RUU ini harus disederhanakan hanya sebagai payung hukum Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) saja, atau memang tidak perlu ada," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA