Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Menteri Tidak Pantas Disalahkan, Sejak Awal Tidak Ada Visi Misi Menteri, Yang Ada Visi Misi Presiden

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Sabtu, 04 Juli 2020, 08:33 WIB
Menteri Tidak Pantas Disalahkan, Sejak Awal Tidak Ada Visi Misi Menteri, Yang Ada Visi Misi Presiden
Foto:Net
rmol news logo Tidak sepatutnya Presiden Joko Widodo mempublikasikan kemarahan dan kejengkelannya kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju di hadapan seluruh rakyat Indonesia.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

"Muncul kesan, Presiden Jokowi ingin melempar tanggung jawab atau cuci tangan," kata Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima), Sya'roni kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (4/7).

Menurutnya, para menteri tidak pantas untuk disalahkan karena sejak awal tidak ada visi misi menteri, yang ada visi misi presiden.

"Menteri adalah bawahan Presiden. Seharusnya Presiden lah yang memikul tanggung jawab tertinggi. Istilahnya, tidak ada salah prajurit, yang ada salah komandannya. Atau, ing ngarso sung tulodo," ujar Sya'roni.

Dan mempermalukan para bawahan bahkan mengancam reshuffle sejatinya bukan ciri negarawan. Kalau memang Presiden Jokowi sudah merasa menterinya tidak kapabel, maka sebaiknya langsung direshuffle saja, tidak perlu mengancam atau mempermalukannya di hadapan publik.

"Pada periode kedua ini, idealnya Presiden Jokowi tidak salah lagi dalam memilih menteri. Pengalaman pada periode pertama bisa dijadikan pembelajaran untuk perbaikan di periode kedua," terang Sya'roni.

Kemarahan Jokowi membuktikkan Jokowi belum memahami kapasitas para bawahannya. Atau bisa juga Jokowi tidak belajar dari periode pertamanya.

"Misalnya pada periode pertama, pertumbuhan ekonomi selama 5 tahun tidak memenuhi target, namun menterinya masih dipertahankan. Berarti ini salah Jokowi sendiri," sebut alumnus UIN Syarief Hidayatullah Jakarta ini.

Apalagi, lanjut Sya'roni, kemarahan Jokowi beberapa waktu lalu tidak menyebut secara spesifik menteri mana yang kerjanya biasa-biasa saja. Tidak adanya penyebutan secara spesifik akhirnya menggiring publik untuk membuat dugaan atau kesimpulan semaunya.

"Contohnya, kemarahan Jokowi atas lambatnya pencairan insentif untuk tenaga medis. Dugaan publik bisa tertuju kepada dua kementerian yang terkait yaitu Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan. Mestinya Jokowi cukup memanggil keduanya, mengurai dimana permasalahannya. Bila terbukti tidak kapabel, maka bisa langsung direshuffle. Tidak perlu marah-marah di depan publik," tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA