Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Penting Mengingat Dekret Presiden 5 Juli 1959 Di Tengah Polemik RUU HIP

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Minggu, 05 Juli 2020, 19:15 WIB
Penting Mengingat Dekret Presiden 5 Juli 1959 Di Tengah Polemik RUU HIP
Ketua Umum Mahutama, Prof Dr. Aidul Fitriciada Azhari dalam sebuah webinar/Repro
rmol news logo Tepat 61 tahun lalu 5 Juli 1959 merupakan hari yang terdapat satu peristiwa penting, yaitu Penerbitan Dekret Presiden yang dimuat dalam Keputusan Presiden 150/ 1959 tentang Dekret Presiden kembali ke UUD 1945.

Ketua Umum Mahutama, Prof Dr. Aidul Fitriciada Azhari mengatakan, suatu hal yang penting untuk kembali mengingat Dekret Presiden 5 Juli 1959 ditengah polemik pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) saat ini.

"Jadi Dekret Presiden 5 Juli 59 itu memiliki makna penting karena di dalamnya ada salah satu ketentuan atau konsidran lebih tepat yang terkait dengan Piagam Jakarta. Kenapa penting kita ingat kembali? Karena pada hari-hari ini ada satu RUU tentang Haluan Ideologi Pancasila yang mengacu pada Pidato Bung Karno 1 Juni 1945," ucap Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari saat acara webinar nasional Mahutama bertajuk 'Mengingat Dekrit Presiden Memaknai Kembali Piagam Jakarta', Minggu (5/7).

Menurut Aidul, Muhammadiyah sendiri meyakini bahwa Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 merupakan hanya tahap konsepsi.

"Nah, pada 1 Juni ini ditemukan oleh Bung Karno sebatas konsepsi. Setelah tanggal 1 Juni ada momen penting lain yaitu tanggal 22 Juni 1945 dimana di dalamnya pada tanggal tersebut ada kesepakatan sebagai Piagam Jakarta," jelas Aidul.

Bahkan kata Aidul, pada tahap tersebut adalah tahap di mana konsepsi itu menemukan kesepakatan politik.

"Jadi bukan sekadar konsepsi lagi. Kita tahu pada 18 Agustus 1945 terjadi perubahan terhadap Piagam Jakarta itu yang kemudian melahirkan pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya ada Pancasila yang kita kenal sekarang," terang Aidul.

Apalagi, kata Aidul, Dekret Presiden masih sah secara yuridis lantaran masih tercantum dalam perubahan keempat UUD 1945.

"Artinya ini secara Yuridis sebenarnya Dekret Presiden 5 Juli itu sah atau dia legal. Karena belum dihapuskan belum dibatalkan, karena dia memang disebutkan secara konstitusional di dalam perubahan keempat UUD 1945. Dan kita tau perubahan dasar UUD 1945 itu hanya menyangkut Pasal-Pasal saja, tidak menyangkut pembukaan dan mengubah Dekret Presiden sama sekali, tidak membatalkan Dekret Presiden termasuk konsiderannya," beber Aidul.

Bahkan sambung Aidul, dalam konsiderannya sangat jelas ada salah satu konsideran yang mengatakan bahwa "Kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut".

"Jadi Dekret Presiden jelas menunjuk kepada Piagam Jakarta yang dipandang sebagai menjiwai dan satu rangkaian kesatuan, jadi tidak bisa dipisahkan antara UUD 1945 dengan Piagam Jakarta," kata Aidul.

Dalam webinar nasional ini, turut hadir yang menjadi pembicara ialah Sejarawan Ridwan Saidi, penulis buku Pancasila Bukan untuk Menindas Hak Konstitusional Umat Islam, Dr. Adian Husaini, Dekan FISIP UMJ, Dr. Ma'mun Murod Al Barbasy, Pusat Kajian Konstitusi dan Pemerintahan UMY, Iwan Satriawan serta Pakar Hukum FH UMSU, Dr. Abdul Hakim Siagian. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA