Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Edhy Prabowo: Ekspor Benur Based On Nilai Historis Kemanusiaan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Senin, 06 Juli 2020, 16:01 WIB
Edhy Prabowo: Ekspor Benur <i>Based On</i> Nilai Historis Kemanusiaan
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi IV DPR RI, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta/Net
rmol news logo Dari seluruh seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) tercatat sebanyak 27 miliar lobster di Indonesia. Dari 27 miliar itu tercatat sekitar 6 jenis lobster dan yang paling populer dikenal hanya 2 jenis lobster, yakni lobster pasir dan mutiara. Singkatnya, jumlah lobster mutiara dan pasir di Indonesia itu sekitar 10 miliar lobster.

Angka-angka tersebut, setidaknya menjadi sorotan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo yang menyatakan bahwa budidaya hingga ekspor benih lobster itu didasari pada upaya keberpihakan terhadap nelayan di tanah air.

"Kalau ditanya based on apa, berdasarkan nilai historis kemanusiaan. Karena rakyat kita butuh makan," kata Edhy Prabowo saat Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi IV DPR RI, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/7).

Edhy kembali menegaskan bahwa pihaknya hingga saat ini masih terus melakukan penelitian terkait budidaya lobster tersebut. Meskipun pada era sebelumnya tidak pernah ada penelitian budidaya lobster tersebut. Salah satu tujuannya, agar tidak eksploitasi sumber daya alam dalam hal ini spesies lobster.

"Kalau ditanya dulu ada penelitian apa? Dulu enggak ada penelitiannya. Ini dirjen-dirjen saya di sini, belum berubah orang-orangnya," ujar Edhy Prabowo.

"Kami tidak akan membiarkan eksploitasi berlebihan. Keseimbangan alam, kami sangat yakin ini tidak merusak keseimbangan alam," imbuhnya menegaskan.

Edhy mengurai, pihaknya juga tidak asal gegabah melakukan ekspor benih lobster. Sebab, telah dibuat aturan yang mewajibkan setiap orang yang menangkap dan membudidayakan lobster diwajibkan 2 persen hasil tangkapannya dikembalikan ke habitatnya.

"Setiap orang yang menangkap dan membudidayakan ini, diwajibkan 2 persennya dikembalikan. Kalau 2 persen dari total kehidupan yang bisa terjadi dilapangan 0,02 persen itu. Berarti sudah 100 kali pertambahan lobster baru," urainya.

Selain itu, Edhy mengatakan ekspor lobster juga berdampak pada devisa negara. Sebab, nelayan yang menangkap lobster itu diatur dan diwajibkan untuk menjualnya tidak boleh di bawah harga Rp 5.000.

"Tidak ada penekanan harga. Kalau ada perubahan yang kita ijinkan menekan harga itu, akan kami lakukan kontrolnya. Mudah karena semua terdaftar, di mana posisinya, di mana tempatnya, di mana mereka berusaha," tegasnya.

Lebih lanjut Edhy menegaskan bahwa maksud ekspor benih lobster ini juga tidak bersifat permanen. Sebab, ketika nelayan sudah sejahtera dan mampu melakukan budidaya lobster maka tidak menutup kemungkinan ekspor benih lobster pun akan dihentikan.   

"Yang kami wajibkan pertama kali ini bukan ekspor benihnya (benur). Ekspor benih ini pada waktu tertentu akan saya berhentikan, begitu budidaya kita sudah mampu," tekannya.

"Kenapa sekarang diizinkan diekspor? Karena begitu mereka sudah beli dan tempatnya nggak cukup sementara apa kita kembalikan ke alam lagi? Kita pingin seluruh rakyat kita makan," demikian Edhy Prabowo. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA