Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dugaan KAKI, Kuasa Hukum Tahu Dan Ikut Berperan Atas Kedatangan Djoko Tjandra

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Senin, 06 Juli 2020, 17:27 WIB
Dugaan KAKI, Kuasa Hukum Tahu Dan Ikut Berperan Atas Kedatangan Djoko Tjandra
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono, Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule, dan Tim Koordinator Advokasi Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Adi Partogi Singal Simbolon saat melapor ke Bareskrim Polri pada siang ini, Senin (6/7)/RMOL
rmol news logo Kehadiran terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra tidak bisa dipandang remeh. Sebab, buron negara selama belasan tahun itu tiba-tiba bisa masuk ke tanah air dengan leluasa.

Bahkan yang bersangkutan bisa nyelonong masuk ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) PN Jaksel.

Kasus ini menjadi menarik lantaran ada dugaan kuasa hukum Djoko Tjandra mengetahui dan melakukan pembiaran atas kedatangan kliennya yang merupakan buron negara.

Atas alasan itu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono, Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule, dan Tim Koordinator Advokasi Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Adi Partogi Singal Simbolon melapor ke Bareskrim Polri pada siang ini, Senin (6/7).

“Bagaimana mungkin kuasa hukum langsung pergi ke PTSP PN Jakarta Selatan tanpa adanya koordinasi dengan terpidana Djoko Tjandra untuk mendaftarkan PK? Sangatlah tidak logis kalau kuasa hukum, tiba-tiba bertemu dengan kliennya di PN tanpa ada sebab musababnya ada urusan apa di PN,” ujar Adi Partogi.

“Bukankah ini merupakan bukti bahwa kuasa hukum sudah mengetahui terpidana Djoko Tjandra sudah berada di Indonesia dan akan mengajukan sendiri PK?” sambungnya.

Advokat memang tidak bisa digugat secara perdata atau pidana ketika membela kliennya baik di dalam maupun di luar persidangan (hak imunitas) berdasarkan Pasal 16 UU 18/2003 tentang Advokat jo putusan MK No. 26/PUU-XI/2013.

Namun demikian, hak imunitas tersebut bukanlah tanpa batasan. Hak imunitas advokat akan melekat kepada setiap advokat selama advokat tersebut menjalankan profesinya untuk kepentingan pembelaan klien dilaksanakan dengan itikad baik, tidak melanggar Kode Etik Advokat Indonesia, dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Saudara Andi Putra Kusuma selaku advokat memang memiliki hak imunitas tetap harus tunduk pada ketentuan Pasal 21 UU Tipikor dan Pasal 221 ayat (1) angka (2) KUHP terkait obstruction of justice,” tekan Adi Partogi.

Dia mengingatkan bahwa terpidana Djoko Soegiarto Tjandra merupakan buronan Kejaksaan Agung selama 11 tahun. Diduga yang bersangkutan kerap pindah dari Papua Nugini, Malaysia dan Singapura. Dalam kasus terpidana Djoko Soegiarto Tjandra, perlu menjadi sorotan apakah ini berarti fungsi intelejen dan imigrasi lemah atau memang sengaja dilemahkan.

Sorotan lain yang harus didalami adalah mengenai tempat Djoko Tjandra bermukim selama berminggu-minggu di Indonesia. Termasuk sumber uangnya untuk memenuhi hidup berhari-hari.

“Pihak mana saja yang bertemu dengan terpidana Djoko Soegiarto Tjandra? Hal ini penting dan krusial untuk diperiksa oleh kejaksaan terkait potensi pelanggaran Pasal 21 UU Tipikor,” ujarnya.

Tidak cukup sampai di situ. Adi Partogi juga mencium ada yang perlu didalami dari pernyataan Andi Putra Kusuma yang menyebut Djoko Tjandra hendak datang ke persidangan pada tanggal 29 Juni, namun akhirnya tidak hadir karena terpidana Djoko Tjandra kesehatannya menurun dan dibuktikan juga surat dari dokter.

“Menurut hemat kami, siapa dokter yang memeriksa terpidana Djoko Tjandra? Di mana diperiksa? Apa diagnosis dalam surat tersebut? Dan siapa yang membayar dokter tersebut? Kejaksaan perlu memeriksa hal tersebut untuk mencari kebenaran material apakah dokter tersebut melanggar Pasal 21 UU Tipikor,” sambungnya.

“Dalam perkara ini, kejaksaan perlu memproses setidak-tidaknya melakukan pemeriksaan terhadap Saudara Andi Putra Kusuma, beserta seluruh advokat yang membantu proses pendaftaran PK di PTSP PN Jaksel, dokter yang mengeluarkan surat sakit, dan juga pihak-pihak yang terlibat pada peristiwa tersebut,” lanjutnya.

Dalam kasus ini, KAKI datang ke Mabes Polri untuk mendesak dan mendalami dugaan bahwa Andi Putra Kusuma mengetahui Djoko Tjandra kabur dan menetap di Papua Nugini

Kedua dugaan Andi Putra Kusuma mengetahui kedatangan Djoko Tjandra ke Indonesia dan sekaligus mendaftarkan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Selanjutnya, dugaan Djoko Tjandra punya rumah dan harta di Indonesia, sehingga bisa menetap dan mendaftarkan peninjauan kembali.

“Keempat, ada dugaan tindak Pidana Pasal 21 UU 31/ 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 221 KUHP.

Atas alasan itu KAKI meminta Mabes Polri untuk segera usut Andi Putra Kusuma. Sebab ada dugaan peranan kuasa hukum tersebut dan mengetahui kliennya Djoko Tjandra datang ke Indonesia.

“Maka Bareskrim Mabes Polri  untuk dapat mempercepat proses hukum dengan ketentuan perundang-udangan yang berlaku di Indonesia kepada Andi Kusuma Putra. Segera mungkin proses hukum naik, jangan di perlambatan terhadap Andi Kusuma Putra,” demikian Andi Partogi. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA