Namun dalam perkembangannya, hasil pengadilan ini mengundang kontroversi di tengah-tengah masyarakat, karena dokumen salinannya baru diupload ke website MA pada 3 Juli lalu.
Gugatan ini menguji keabsahan hasil Pilpres 2019 dari proses penetapan yang dilakukan Komisi Pemiliham Umum lewat Peraturannya, yaitu PKPU 5/2019.
Dari banyak kalangan yang berkomentar, wartawan Hersubeno Arief dalam unggahan videonya di media sosial menyampaikan bahwa putusan MA secara tidak langsung telah menilai PKPU 5/2019 tentang penetapan presiden-wakil presiden terpilih pada Pemilu 2019 batal demi hukum.
Karena menurutnya, PKPU tersebut tidak memiliki kesesuaian dan keselarasan dengan dua aturan yang hierarkinya berada diatas peraturan perundangan-undangan ini, yaitu UU Pemilu 7/2017 dan UUD 1945 Pasal 6A.
Kendati pergulatan isu ini tengah menyeruak di muka publik, KPU tidak gentar mengklarifikasi kebenaran fakta dari hasil Pilpres 2019 yang telah ditetapkannya.
Salah seorang Komisioner KPU, Hasyim Asyari menyampaikan pandangan hukumnya terkait putusan MA ini, yang menurutnya tidak bisa membatalkan keputusan KPU dalam menetapkan capres cawapres terpilih di Pemilu 2019.
"Putusan MA 44/2019 (yang diajukan Rachmawati Cs) tidak berpengaruh terhadap keabsahan penetapan paslon presiden dan wapres terpilih hasil Pemilu 2019," tegas Hasyim dalam siaran pers yang diterima
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (8/7).
Hasyim menerangkan bahwa PKPU 5/2019 sendiri telah memasukkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 50/2014, yang tujuannya memperkuat UU Pemilu 7/2017 dan UUD 1945 Pasal 6A yang tidak mengatur detail terkait penetapan capres cawapres terpilih pemilu dalam konteks dua pasangan calon saja.
Putusan MK tersebut, lanjut Hasyim, tidak berlaku surut seperti putusan MK dalam hal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Bahkan kedudukannya sejajar dengan Undang-Undang (UU).
"Putusan MK 50/2014 adalah Putusan PUU (Pengujian Materi UU), maka Putusan MK tersebut bersifat
erga omnes, artinya berlaku mengikat untuk semua. Karena UU pada dasarnya berlaku mengikat untuk semua, maka Putusan PUU juga bersifat berlaku mengikat untuk semua," ungkap Hasyim.
"Berbeda dengan Putusan MK PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum), sifatnya putusan tersebut hanya berlaku case by case, yaitu putusan hanya berlaku mengikat bagi para pihak yang bersengketa saja," sambungnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: