Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Hikmahanto: Tidak Ada Persoalan Hukum Dari Rangkap Jabatan Pejabat Negara Di Perusahaan BUMN

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Kamis, 09 Juli 2020, 17:54 WIB
Hikmahanto: Tidak Ada Persoalan Hukum Dari Rangkap Jabatan Pejabat Negara Di Perusahaan BUMN
Hikmahanto Juwana/Net
rmol news logo Tidak persoalan dari aspek hukum terkait masih adanya rangkap jabatan pejabat instansi pemerintah di perusahaan di bawah Kementerian BUMN.

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menegaskan tidak ada aturan hukum yang dilanggar dari rangkap jabatan itu.

Menurut Hikmahanto, penempatan pejabat tinggi tersebut merupakan upaya nyata dari pemerintah dalam menjaga aset milik negara.

"Dalam tata kelola di perusahaan berbentuk perseroan terbatas kepentingan pemilik atau pemegang saham dicerminkan dalam keanggotaan direksi dan dewan komisaris," ujar Hikmahanto dalam keterangannya, Kamis (9/7).

Hikmahanto menegaskan, komisaris ditempatkan Kementerian BUMN di perusahaan-perusahaan pelat merah dalam kapasitasnya sebagai wakil pemerintah sebagai pemegang saham.

Penunjukan ini dilakukan karena pemilik atau pemegang saham tidak dapat hadir dan mengelola perusahaan setiap saat.

"Untuk diketahui di BUMN agar kepentingan negara terwakili maka anggota direksi dan dewan komisaris diangkat oleh Kementerian BUMN yang mewakili negara," jelasnya.

Sambungnya, anggota direksi dapat dipilih dari berbagai kalangan dan anggota tersebut harus bekerja secara penuh. Sedangkan dewan komisaris yang melakukan fungsi pengawasan terhadap direksi tidak perlu bekerja secara penuh.

"Untuk mewakili kepentingan negara maka ditunjuk para pejabat yang berasal dari instansi pemerintah, mengapa berasal dari pemerintah? Hal ini karena pejabat di pemerintahan mempunya sistem kerja komando. Para pejabat akan loyal terhadap atasannya, termasuk negara," bebernya.

Sehingga, kata dia, penunjukan pejabat negara sebagai komisaris BUMN bisa dibenarkan. Alasannya, untuk menjaga kepentingan negara di BUMN, maka para pejabat yang menduduki jabatan di pemerintahan merangkap jabatan di BUMN.

"Tanpa kehadiran para pejabat di BUMN dikhawatirkan pengawasan untuk menjaga kepentingan negara tidak dapat dilakukan secara maksimal," ungkapnya.

Sebagai kosekuensi, lanjutnya, rangkap jabatan para pejabat pemerintah akan memberi remunerasi yang lebih. Hal ini karena dalam persero atau perum memang para pihak yang menjabat dalam organ berhak atas remunerasi.

"Remunerasi yang diterima merefleksikan tanggung jawab dari para pejabat yang mengelola perusahaan. Oleh karenanya wajar bila para pejabat yang mendapat tugas sebagai komisaris di BUMN memperoleh remunerasi," tuturnya.

Jika dikaitkan dengan profesionalisme, dikatakan Hikmahanto, pengisian jabatan komisaris BUMN dari para jenderal TNI dan Polri juga relatif bisa diterima. Asalkan bisnis BUMN sesuai dengan bidang yang digeluti prajurit.

Dalam banyak kasus, lanjutnya, peran komisaris BUMN dari unsur TNI-Polri kerap diperlukan, terutama yang menyangkut hubungan dengan instansi pemerintahan.

"Tapi secara informal yang dipentingkan juga masalah networking dari si orang yang menjadi komisaris. Sehingga kalau ada masalah atau bottleneck bisa segera dengan pemerintah atau instansi dapat diselesaikan," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA