Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tren Aduan Meningkat, 30 Persen Masyarakat Setuju Hak Politik ASN Tak Netral Dicabut

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Jumat, 10 Juli 2020, 19:53 WIB
Tren Aduan Meningkat, 30 Persen Masyarakat Setuju Hak Politik ASN Tak Netral Dicabut
Peneliti senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Dian Permata/Net
rmol news logo Tren aduan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) meningkat. Sebanyak 30 persen masyarakat pun setuju agar hak politik ASN dicabut bila kedapatan tak netral.

Demikian disampaikan peneliti senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Dian Permata dalam memaparkan hasil risetnya terhadap kecenderungan ASN pada kontestasi Pemilu.

Menurutnya, netralitas ASN dalam Pemilihan Umum (Pemilu) selalu menjadi bahasan krusial. Topik tersebut mendapat porsi khusus dalam setiap pembahasan regulasi UU Pemilu. Tak terkecuali pada pelaksanaan Pilkada gelombang keempat yang digelar pada 9 Desember 2020.

"Ada beragam alasan mengapa netralitas ASN hilir mudik diperbincangkan dalam Pemilu. ASN dianggap mampu menggerakkan potensi sosial dan politik yang mereka miliki. Apalagi jika pembahasan isu berkaitan dengan Pilkada dan majunya petahana dalam hajat demokrasi lokasi seperti pemilihan gubernur, pemilihan bupati, dan pemilihan walikota," ucap Dian Permata kepada Kantor Berita Politik, Jumat (10/7).

Dian melanjutkan, kontestasi Pilkada gelombang kesatu yang digelar 2015 silam hingga gelombang ketiga terdapat tren kenaikan aduan pelanggaran netralitas ASN.

"Potensi kenaikannya setiap Pilkada mencapai 5-6 kali lipat, dari 10 persen hingga 296 persen. Bahkan, data dinamis untuk Pilkada 2020 sudah mencapai 136 persenan. Artinya dari 270 wilayah yang melaksanakan Pilkada setiap daerah mempunyai peluang 1-2 laporan aduan," jelas Dian.

Dian pun mencontohkan beberapa kejadian yang menjadi faktor tren kenaikan pelanggaran netralitas ASN. Seperti kasus OTT KPK terhadap Bupati Kudus, Tamzil yang ditangkap beberapa bulan setelah Pilkada.

"Dalam OTT tersebut, Tamzil ditetapkan KPK sebagai tersangka. Tamzil diduga menerima suap terkait pengisian jabatan kepala dinas di wilayahnya. Kasus ini menguatkan desas-desus yang selama ini berkembang bahwa kepala daerah memiliki peran khusus untuk pengisian jabatan di daerah," beber Dian.

Beragama persoalan yang bersinggungan netralitas ASN di Pemilu pun merangsang wacana publik mengenai pencabutan hak politik ASN. Dari data riset yang dimilikinya, publik terbelah menjadi dua dalam menyikapi persoalan tersebut.

"Pilkada Brebes, 25 persenan sangat setuju dan setuju hak politik ASN dicabut. Di Pilkada Kota Sukabumi, 24 persenan. Di Pemilu nasional 30 persenan. Di Pilkada 2020, 28 persenan. Angka ini harus dicermati, ada potensi kenaikan," tandas Dian. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA