Dalam akun Twitter @SirianaGde, diungkapkan hasil survei Kompas yang menurutnya tidak koperhensif menjelaskan keterdesakan reshuffle.
Melainkan hanya menyebutkan secara kuantitatif (capaian angka) 69,6 persen dari 587 responden di 23 provinsi Indonesia mendesak dilakukannya kocok ulang jabatan menteri.
"Sayangnya survei ini tidak ungkap penyebab kenapa kinerja menteri buruk," cuit Gde Siriana, Senin (13/7).
Salah satu faktor penilaian yang tidak diungkap Litbang Kompas dalam surveinya kali ini, menurut Gde Siriana, adalah tolak ukur kinerja jajaran menteri, yang masih terkait dengan instrumen-instrumen serta hubungan pusat dan daerah dalam hal penananan virus corona baru (Covid-19).
"Bisa saja ada faktor anggaran, atau leadership Jokowi lemah. Contoh Kemenkes belum terima anggaran. Juga kebijakan pusat dan daerah yang tidak sinkron," ucapnya.
Oleh karena itu, Board Member of Bandung Innitiaves Network ini menyimpulkan hasil survei Litbang Kompas hanya alat kepentingan untuk mempercepat proses pergantian sejumlah menteri, yang belakangan dianggap Jokowi tidak serius dan mampu menangani pandemik virus corona.
"Jadi saya lihat survei lebih pada kepentingan ganti menteri cepat-cepat," pungkas cuitan Gde Siriana.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: