Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Cegah Perpecahan Bangsa, Pancasila Tidak Perlu Diperdebatkan Tapi Diamalkan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/angga-ulung-tranggana-1'>ANGGA ULUNG TRANGGANA</a>
LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA
  • Jumat, 17 Juli 2020, 02:34 WIB
Cegah Perpecahan Bangsa, Pancasila Tidak Perlu Diperdebatkan Tapi Diamalkan
Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Sunanto/Repro
rmol news logo Menginjak 75 tahun usia kemerdekaan Republik Indonesia, elemen bangsa tidak perlu memperdebatkan Pancasila sebagai ideologi. Alasannya, memperdebatkan Pancasila justru rentan menimbulkan perpecahan bangsa.

Demikian disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Sunanto saat menjadi narasumber Webinar tentang "Menjaga Pancasila dari Bahaya Propaganda Komunis, Orde Baru dan Khilafah", Kamis (16/7).

Menurut Cak Nanto -sapaan akrabnya- Pancasila sebagaia ideologi negara seharusnya masuk dalam ruang budaya dan sosial di masyarakat. Dengan demikian, Pancasila akan menjadi karakter kebudayaan bangsa Indonesia.

"Pancasila harus masuk dalam karakter kebudayaan dan semua pembelajaran-pembelajaran di segala lini.  Kita harus mulai melihat kedaulatan dan kemajuan serta sudahi segala diskursus tentang Pancasila, jika tidak kita akan terlena dan bangsa kita dikuasai oleh orang lain," demikian kata Cak Nanto, Kamis (16/7).

Senada dengan Cak Nanto, Sekretaris Umum PP Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia, Sahat Martin Philip Sinurat, mengatakan seharusnya bangsa Indonesia fokus membahas bagaimana mana membumikan Pancasila.

Bahkan Sahat mengatakan perlu langkah lebih jauh untuk mengenalkan dan mempromosikan ideologi Pancasila ke dunia internasional.

Pancasila dalam pandangan Sahat adalah dasar negara yang paling tepat di tengah bangsa yang majemuk. Menurut Sahat, saat ini seluruh elemen bangsa harus fokus bagaimana dengan masa depan bangsa Indonesia agar menjadi negara untuk seluruh rakyat Indonesia.

"Saya tiga kali diundang ke luar negeri, ke Sri Lanka, Mesir, dan China. Dalam tiga kesempatan ini, saya menjelaskan tentang Pancasila kepada para peserta. Mereka heran kenapa Indonesia yang majemuk dapat bersatu. Saya menjawabnya, karena Indonesia sepakat pada dasar negara yaitu Pancasila," demikian cerita Sahat dalam acara Webinar yang digagas Forum Komunikasi Santri Indonesia ini.

Ketua Umum Perkumpulan Gerakan Kebangsaan, Bursah Zarnubi yang juga turut hadir dalam webinar mengatakan, Pancasila sebagai platform kesamaan pandangan ideologi. Artinya, Pancasila merupakan pandangan filosofi dalam menjagam keragaman suku, agama, dan elemen sosial lainnya.

Kesadaran itu, kata Bursah, adalah komitmen final untuk menjadikan Pancasila sebagai rumah bersama seluruh masyarakat.

Pancasila itu kita hidupkan dalam kehidupan sehari-hari pada tataran sosial, ekonomi, dan budaya, bukan pada tataran retorika. Dan Pancasila harus menjadi kesamaan nasib kita dalam berbangsa dan bernegara.

Dari unsur Nahdliyin, Ketua Umum Jamiyyah Qurro'wal Huffadh (JQH) Nahdlatul Ulama (NU), Saifullah Maksum mengatakan bahwa jika semua agama, ras, suku menjadikan Pancasila sebagai norma dan dasar tertinggi maka semua akan clear. Sehingga akan menjadi prinsip dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Saifullah kemudian menyoroti tentang tantangan implementasi Pancasila, khususnya tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Saat ini, Saifullah menilai Pancasila belum menjadi basis program konkret dalam membangun sosial ekonomi masyarakat.

"Hukum kita harus berpacu pada Pancasila. Kedua adalah pendekatan ideologis kepada masyarakat dan pemimpin yang sesuai dengan perilaku. Ketiga, mewujudkan tatanan masyarakat yang berlandaskan Pancasila sila kelima. Terakhir, Pancasila harus menjadi ideologi yang final namun produktif," demikian ulasan Saifullah.

Dalam Webinar itu, juga dihadiri oleh Bendahara Umum KNPI yang juga mantan Ketua Umum DPP GMNI, Twedy Noviady Ginting dan Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, usman Hamid. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA