Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Soal BPIP, Pengamat: Jimly Ashiddiqie Kontradiktif Dengan Pandangannya Sendiri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-alfian-1'>AHMAD ALFIAN</a>
LAPORAN: AHMAD ALFIAN
  • Minggu, 19 Juli 2020, 22:54 WIB
Soal BPIP, Pengamat: Jimly Ashiddiqie Kontradiktif Dengan Pandangannya Sendiri
Anggota DPD RI, Jimly Ashiddiqie/RMOL
rmol news logo Pemerintah resmi mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) kepada DPR RI.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Jimly Ashiddiqie menyatakan bahwa BPIP tidak memerlukan payung hukum setingkat undang-undang.

Menurutnya Peraturan Presiden 7/2018 tentang BPIP sudah cukup sebagai landasan lantaran sebagai lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK), BPIP cukup tidak perlu UU.

Menanggapi pendapat tersebut, Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menyatakan, apa yang disampaikan Jimly kontradiktif dengan pandangannya sendiri.

"Sebab sebelumnya beliau sepakat dengan RUU tersebut, bahkan mengajukan usulan penambahan wewenang BPIP," ungkap Karyono kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (19/7).

Menurut Karyono, dalam rapat dengar pendapat umum di Badan Legislasi DPR RI pada 11 Februari lalu, Jimly mengusulkan naiknya status BPIP menjadi Dewan Nasional Pembinaan Ideologi Pancasila (DN-PIP) yang memiliki kewenangan mengajukan pengujian undang-undang terhadap UUD kepada Mahkamah Konstitusi serta peraturan perundang-undangan di bawah UU kepada Mahkamah Agung.

Dengan kewenangan ini, kedudukan DN-PIP memiliki constitutional importance yang setara dengan lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD 1945.

Dengan demikian, menurut Karyono, sejak awal sesungguhnya Jimly sepakat dengan RUU penguatan BPIP tersebut.

Bahkan, menambahkan wewenang konstitusional untuk melakukan evaluasi, sinkronisasi dan harmonisasi produk perundang-undangan agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.

Menurut Karyono, Jimly juga mengusulkan agar RUU ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan omnibus law. Sehingga, UU lain yang memiliki keterkaitan dengan materi kebijakan normatif dalam RUU BPIP bisa dievaluasi dan disinkronisasikan secara terpadu.

Oleh karenanya, menurut Karyono agak membingungkan jika saat ini Jimly berubah pendapat terkait urgensi payung hukum terhadap Badan Pembinaan Ideologi Pancasila tersebut.

Bagi Karyono, menaikkan legal standing BPIP dari Peraturan Presiden 7/2018 menjadi UU sangat wajar dan sudah dilakukan untuk lembaga pemerintah non-kementerian lain.

"Banyak lembaga pemerintah non-kementerian berpayung UU. Mengingat betapa pentingnya pembinaan ideologi Pancasila, maka sangat penting BPIP mendapatkan payung hukum selevel UU," jelas Karyono.

"Dengan berpayung hukum UU, program penguatan Pancasila tidak akan berganti atau bahkan hilang akibat pergantian rezim. Penguatan Pancasila sebagai dasar negara akhirnya tidak tergantung pada siapa yang sedang berkuasa, karena telah memiliki landasan hukum yang permanen, yakni UU", pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA