Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Politisi Muda PDIP: Pengkritik Uji Klinis Vaksin Covid-19 Harus Belajar Lagi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Jumat, 24 Juli 2020, 09:52 WIB
Politisi Muda PDIP: Pengkritik Uji Klinis Vaksin Covid-19 Harus Belajar Lagi
Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo/Net
rmol news logo Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo mengaku prihatin munculnya berita-berita yang menghantam pemerintah terkait rencana uji klinis vaksin Covid-19 fase III pada Agustus mendatang. Politisi muda PDI Perjuangan ini meminta para pengeritik untuk tidak berbicara seenaknya.

"Ada yang mengatakan presiden tidak punya nuranilah. Ada yang menyebut Indonesia jadi kelinci percobaanlah. Indonesia membeli vaksin yang tidak terujilah. Ini kan memprihatinkan sekali, karena yang mengeritik itu sendiri sebebenarnya tidak memahami apa yang diucapkannya," kata Rahmad Handoyo dalam keterangannya, Jumat (24/7)

Rahmad Handoyo mengatakan para publik figur, para politisi yang asal ngomong, asal kritik tapi tidak kompoten di bidang kesehatan, pada akhirnya merugikan umat. Sebab apa yang diucapkan pasti akan diikuti oleh umat. Apa yang dikatakan pejabat atau politsi itu akan diikuti oleh pengikutnya.

"Kita ini bersama menyelamatkan umat. Pemerintah menjadi pemimpin dalam perang melawan Covid-19 dengan cara seperti ini (melakukan uji klinis). Jadi jangan serang pemerintah seenaknya. Bicaralah sesuai dengan kompetensi anda. Bicaralah sesuai dengan keahlian anda," katanya

Kalaupun mau berbicara soal kesehatan, khususnya menyangkut soal Covid-19, kata Rahmad, hendaknya pengkritik itu berkonsultasilah terlebih dahulu  dengan ahli dibidang kesehatan.

"Pahami terlebih dahulu mengapa uji klinis vaksin Covid-19 asal China itu penting dilakukan  di Indonesia. Kalau tidak paham tapi nyinyir, itu sama saja dengan mengejek," katanya.  

Dikatakan, proses uji klinis vaksin covid-19 hasil riset dari perusahaan farmasi China Sinovak Biotech Co itu memang harus dilakukan di Indonesia. Hal itu  menjadi syarat mutlak yang harus dilakukan. Dikatakan, uji klinis dilakukan di Indonesia bermaksud untuk mengetahui sesegara mungkin apakah vaksin tersebut sesuai dengan virus yang ada di Indonesia.

"Sesuai dengan pernyataan para ahli, kan virus Covid-19 itu sendiri bermacam-macam. Virus di China berbeda dengan yang ada di Amerika, yang di Amerika berbeda dengan yang ada di Eropah Bahkan virus di Indonesia berbeda dengan yang ada dinegara lain. Maka dengan itu menjadi syarat mutlak bahwa uji klinis itu harus dilakukan di Indonesia. Kalau tanpa uji coba dikhawatirkan, triliunan  rupiah kita beli ternyata vaksin itu tidak cocok dengan virus yang ada di indonesia. jadi mubajir," katanya.

Sekali lagi, kata Rahmad, dalam situasi pandemik saat ini mestinya salin bahu-membahu. Saling menyemangati. Kita tidak butuh orang yang asal ngomong. Boleh kritik tapi memberikan solusi.

"Kalau ada orang yang menyerang pemerintah seenaknya, ya yang kasihan kan umat. Komentar-komentar yang tidak pada tempatnya itu pada akhirnya akan melemahkan semangat umat dalam melawan Corona. Kita perlu bersatu dan kita tidak butuh orang yang nyinyir asal buka suara," katanya.

Dikatakan Rahmad, yang tidak memahami persoalan karena bukan bidangnya, lebih baik diam. Jangan memaksakan diri berkomentar sekadar muncul di media.

"Marilah kita sama-sama menahan diri. Marilah kita belajar lagi berkomentar sesuai bidang keahlian masing-masing," katanya.

Rencana uji klinis vaksin Covid-19 yang dijadwalkan pada Agustus ini memang sempat menuai kritik. Sebut Politisi PKS Nasir Djamil, dia mengaku miris dengan rencana uji klinis vaksin tersebut. Anggota Komisi III DPR RI itu dalam keterangannya kepada pers sempat mempertanyakan dimana nurani Presiden.

Senada dengan Nasir, anggota Ombusman RI Alvin Lie bahkan mendesak pemerintah agar Indonesia tidak menjadi kelinci percobaan vaksin Covid-19 yang baru tiba dari China tersebut. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA