Pengamat politik dari Universitas Diponegoro Muhammad Mirza Harera menyebutkan, mundurnya tiga organisasi tersebut bisa jadi sinyalkan bahwa POP Kemendikbud menyimpan masalah yang serius.
"Masalah ini terlihat serius karena dua ormas seperti NU dan Muhammadiyah mundur, artinya masalah tersebut sudah tidak bisa lagi diselesaikan secara musyawarah," ujar Mirza Harera kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (25/7).
Oleh karena itu, kat Mirza, Mendikbud sudah seharusnya mengevaluasi POP. Tidak hanya itu, Kemendikbud harus berusaha kembali merangkul mereka yang mengundurkan diri dari POP untuk kembali lagi berkontribusi dalam memajukan pendidikan di Indonesia.
"Biar bagaimanapun juga, mereka yang mundur memiliki peran dan sejarah kuat dalam sistem pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan siswa-siswi di daerah-daerah," katanya.
Sambungnya, Mendikbud Nadiem juga harus paham bahwa menjadi menteri harus bisa komunikatif dan mengakomodir setiap aspirasi serta masukan dari masyarakat terkait sistem pendidikan di Indonesia.
Mirza menyebutkan, sebagai milenial yang pernah sukses dalam dunia usaha maka kecerdasan Nadiem pada dasarnya tidak diragukan lagi.
"Kita mengenal Mendikbud Nadiem sebagai orang yang pintar, tapi kalau soal pendidikan di Indonesia, dia harus belajar banyak dari NU, Muhammadiyah, dan PGRI," jelasnya.
Dari pada membiarkan masalah POP berlarut-larut, menurutnya, Nadiem harus segera jemput bola dan menemui langsung NU, Muhammadiyah, dan PGRI untuk menyelesaikan masalah POP.
"Karena masalah pendidikan saat pandemik Covid-19 sangat serius. Masih banyak persoalan yang harus diperbaiki dari sistem belajar-mengajar saat ini terutama dalam hal infrastruktur," pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: