Pasalnya, Direktur Eksekutif Walhi Dewi Nur Hidayat melihat ketidakjelasan komando dari struktur Komite Kebijakan yang dibentuk melalui peraturan presiden (Perpres) 82/2020.
"Di Perpres yang baru ini saya juga tidak melihat kejelasan. Kalau dibilang ketua pelaksananya itu membawahi dua Satgas kok kayanya enggak juga, karena masing-masing kepala Satgas melapor ke presiden," ujar Dewi dalam diskusi virtual Populi Center Smart FM bertajuk "
Menanti Gebrakan Komite Pemulihan Ekonomi", Sabtu (25/7).
Sebagai contoh, ia menjabarkan proses pendataan kasus Covid-19 yang selama 4 bulan penanganan pemerintah tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan. Justru katanya, angka kasus positif terus naik.
Persoalan itu, diduga oleh Dewi karena ada proses pendataan yang macet di Kementerian Kesehatan. Karena pada faktanya, hasil pemeriksaan spesimen Covid-19 yang dikerjakan pemerintah tidak secepat pemeriksaan yang dilakukan rumah sakit swasta.
"Soal testing aja itu terjadi bootleneck di Kemenkes. Kita ada lagi (ketinggalan) antara waktu testing dengan diumumkannya testing. Padahal kita tahu di RS-RS swasta itu testing bisa keluar hanya beberapa jam. Nah ini yang membuat kita tidak mengetahui sebenarnya angka orang yang terinfeksi itu berapa," terangnya.
Berbagai masalah yang tidak diketahui publik itulah yang akhirnya, menurut Dewi, menyulitkan pemerintah menangani krisis kesehatan yang berdampak ke laju perekonomian domestik.
Oleh karena itu, Dewi menuntut pemerintah untuk bisa menjelaskan jalur komando yang sebenarnya dari Komite Kebijakan.
"Jadi sebenarnya ini rantai komandonya seperti apa. Karena didalam krisis
change of command (perubahan komando) itu harus jelas. Karena kalau enggak ini akan terjadi kebingungan-kebingungan di lapangan, tumpang tindih dan sebagainya," tanyanya.
"Kalau birokrasi masih seperti ini, data yang tidak transparan,
testing yang masih sangat rendah, ini kita enggak tahu kapan kita bisa keluar dari krisis," demikian Dewi Nur Hidayat.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: