Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Disertasi Said Romadlan: Pancasila Pilihan Terbaik Bagi Muhammadiyah Dan NU

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Selasa, 28 Juli 2020, 02:54 WIB
Disertasi Said Romadlan: Pancasila Pilihan Terbaik Bagi Muhammadiyah Dan NU
Sidang disertasi Said Romadlan/Net
rmol news logo Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) menggelar sidang terbuka Promosi Doktor Ilmu Komunikasi dengan promovendus atas nama Said Romadlan.

Said menyampaikan penelitian disertasinya yang berjudul “Diskursus Gerakan Radikalisme dalam Organisasi Islam (Studi Hermeneutika pada Organisasi Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama tentang Dasar Negara, Jihad, dan Toleransi)”.

Tim promotor dalam penyusunan disertasi itu terdiri dari Prof. Dr. Ibnu Hamad, dan Prof Effendi Gazali. Said menjalankan sidang terbuka yang dilaksanakan secara daring pada Senin (27/7), dan berhasil dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan.

Dalam salah satu kesimpulan hasil penelitiannya, Said menguraikan, bagi organisasi Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama Pancasila adalah pilihan final dan terbaik. Hal ini dikarenakan Pancasila merupakan hasil perjanjian seluruh elemen bangsa.

"Dalam pemahaman Muhammadiyah, Pancasila adalah darul ahdi wa syahadah (negara konsensus dan kesaksian). Sedangkan NU memahami Pancasila sebagai mu’ahadah wathaniyah (kesepakatan kebangsaan)," ujar Said dalam keterangan tertulis.

"Peneguhan sikap Muhammadiyah dan NU mengenai Pancasila tersebut sekaligus menjadi kritik dan perlawanan atas upaya-upaya kelompok tertentu untuk mengganti dan mengubah Pancasila sebagai ideologi bangsa,” imbuhnya.

Said menjelaskan, pemahaman dan sikap Muhammadiyah dan NU atas Pancasila sebagai pilihan terbaik dan final merupakan hasil penafsiran ayat Al Quran dan refleksi kedua organisasi Islam terbesar Indonesia tersebut atas Pancasila.

Muhammadiyah, kata Said, merujuk pada Al Quran Surat Saba’ ayat 15 “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”, yang artinya sebuah negeri yang baik dan berada dalam ampunan Allah SWT.

"Kalimat tersebut oleh Muhammadiyah ditafsirkan sebagai negara Pancasila. Sedangkan NU mengacu pada al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 30: “khalifah fil ardhi”, “khalifah” ditafsirkan NU sebagai melaksanakan amanat Allah melalui NKRI dan Pancasila," jelasnya.

Sambungnya, Pancasila sebagai pilihan terbaik dalam pandangan Muhammadiyah dan NU bukanlah pandangan politik yang didasarkan atas kepentingan pragmatis dan jangka pendek.

Pandangan kedua organisasi Islam moderat ini dihasilkan melalui proses refleksi dan dialektika keduanya atas sejarah lahirnya Pancasila di mana tokoh-tokoh Muhammadiyah dan NU terlibat langsung dalam proses lahirnya Pancasila sebagai dasar negara.

"Selain itu, secara kontekstual peneguhan sikap Muhammadiyah dan NU atas Pancasila juga merupakan perlawanan kedua organisasi Islam ini terhadap upaya-upaya kelompok-kelompok tertentu yang hendak mengganti dan mengubah Pancasila,” katanya.

Selain meneguhkan pandangan dan sikap tentang Pancasila sebagai pilihan terbaik dan final, dalam disertasinya itu Said menguraikan pula mengenai pandangan Muhammadiyah dan NU mengenai jihad dan toleransi terhadap non-muslim.

Dalam pandangan Muhammadiyah dan NU jihad bukanlah diwujudkan dalam bentuk kekerasan, apalagi terorisme. Bagi Muhammadiyah jihad adalah jihad lil-muwajahah, yakni bersungguh-sungguh menciptakan sesuatu yang unggul dan kompetitif. Sedangkan bagi NU jihad adalah sebagai mabadi’ khaira ummah, yaitu bersungguh-sungguh mengutamakan kemaslahatan umat.

“Muhammadiyah dan NU sejak awal dikenal sebagai organisasi Islam yang toleran terhadap non-muslim. Bagi Muhammadiyah toleransi terhadap non-muslim sebagai ukhuwah insaniyah (persaudaraan kemanusiaan), sedangkan bagi NU adalah sebagai ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan),” urainya.

Said juga merekomendasikan pentingnya peran Muhammadiyah dan NU sebagai kekuatan civil Islam untuk melakukan gerakan penyadaran dan perlawanan terhadap gerakan radikalisme yang dianggap antidemokrasi dan menyimpang dari ajaran Islam sebagai agama rahmatan lil-alamin.

“Salah satu bentuk penyadaran dan perlawanan terhadap gerakan radikalisme adalah dengan terus menciptakan narasi-narasi sebagai kontra-diskursus atas pemahaman kelompok-kelompok Islam radikal mengenai isu-isu radikalisme yang selama ini dominan dan dianggap benar adanya, yang disuarakan melalui media-media resmi organisasi, lembaga pendidikan, dan pengajian-pengajian,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA