Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Gurubesar UIN: Indonesia Butuh Strategi Perkokoh Identitas Nasional

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Minggu, 02 Agustus 2020, 22:52 WIB
Gurubesar UIN: Indonesia Butuh Strategi Perkokoh Identitas Nasional
Gurubesar UIN Jakarta, Komaruddin Hidayat dalam bedah buku karya Yudi Latif/Istimewa
rmol news logo Indonesia saat ini perlu memperkuat dan memperkokoh identitas nasional meskipun Pancasila sebagai pemersatu bangsa sudah selesai. Sebab, Indonesia sebagai sebuah bangsa yang dicita-citakan belum selesai.

"Artinya kita membangun bangsa dan negara. Hidup ini diatur, disepakati, dipandu oleh nilai-nilai kebaikan, kemanusian, humanisme. Dan itu dirumuskan dalam Pancasila. Nah jadi ke depan ketika nanti semakin muncul generasi baru, ketika dari etnisitas semakin kendor, Pancasila inilah sebagai identity dan ini perlu perjuangan panjang dan perlu strategi," kata gurubesar UIN Jakarta, Prof. Komaruddin Hidayat saat membedah buku berjudul 'Wawasan Pancasila: Bintang Penuntun Untuk Pembudayaan' karya Yudi Latif, Minggu malam (2/8).

Bedah buku ini diinisiasi oleh Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (DPP PGK). Pemateri lain adalah sosiolog UI Dr. Thamrin Amal Tomagola, pengamat militer Dr. Connie Rahakundini, Pendeta Dr. Martun L. Sinaga. Acara dipandu oleh pengamat politik UKI Dr. Sidratahta Mukhtar dan Bursah Zarnubi sebagai host.

Menurut Komaruddin, mencari strategi menjadikan Pancasila sebagai indentitas nasional mestinya tak kalah penting dengan Program Organisasi Penggerak (POP) yang diagendakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. Sebab, Pancasila sebagai indentitas nasional yang diimajinaisikan, dipikirkan, dan digagas oleh para pendiri bangsa sudah mulai luntur akhir-akhir ini.

"Pancasila itu sesungguhnya kaki-kakinya bisa macam-macam. Di dalam negeri bisa pendidikan nasional, agama, intelektual. Tapi semuanya itu memang harus ada konsep dan blue print," katanya.

Cita-cita identitas nasional yang sudah mulai luntur itu, menurut Komaruddin, perlu ditemukan kembali strategi menghidupkannya, baik pada tataran konseptual filosofis dan ideologis, sehingga dapat menjadi kaidah atau panduan kebijakan dalam mengelola pemerintah dan negara.

Dia lantas mengapresiasi buku karangan Yudi Latif setebal 315 halaman itu. Menurutnya, buku tersebut menjadi bacaan utama tentang Pancasila ini.

"Mengapa? Saya tidak bicara pribadi Yudi dan tidak bicara tentang penerbitnya, tapi yang saya dress adalah gagasan-gagasannya. Ini merumuskan, menghidupkan, mempertegas, mengaktualisasikan apa yang dipikirkan, dibayangkan oleh para pendiri bangsa yang sebagian itu belum dituliskan kemudian diperkaya," urainya.

Soal jati diri, kata dia, bangsa Indonesia berbeda dengan jati diri negara Amerika Serikat. Menurutnya, masyarakat Negeri Paman Sam masih ragu menjawab ketika ditanya perihal indentitas nasionalnya.

"Sedangkan bangsa Indonesia walaupun ditelusuri ke belakang, ke bawah, yang ditemukan pluralitas etnis-etnis. Tapi mereka sepakat bahwa mereka akan melebur. Kita akan sama-sama, ayo jadi bangsa. Itu bukan sekadar house yang diakui oleh PBB ini negara merdeka 17 Agustus 45. Tapi sebagai home yang di situ ada mimpi, hebit, ada cita-cita," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA