Menurut pengamat politik Unsika, Dadan Kurniansyah, kondisi tersebut dipengaruhi situasi luar biasa pandemik Covid-19 dan protokol kesehatan, sehingga menyurutkan ingar bingar paslon yang diusung Parpol maupun perseorangan.
“Ada beberapa dugaan yang kemungkinan menyebabkan hal tersebut terjadi. Pertama, alotnya negosiasi di level elite partai,†ungkap Dadan kepada
Kantor Berita RMOLJabar, Selasa (4/8).
Koordinator Program Studi (Koorprodi) Ilmu Pemerintahan Fisip Unsike tersebut membeberkan alasan lain sepinya koalisi. Yaitu karena adanya intervensi politik dari DPP partai atau adagium ‘Pilkada serba DPP’, termasuk dinamika politik lokal.
“Terkait identifikasi kekuatan calon dari dua sisi (incumbent vs penantang),
high cost politik, terkait pendekatan pemilih yang terpengaruh kondisi bencana,†imbuhnya.
Selain itu, terang Dadan, saat ini banyak hasil survei yang memberikan informasi kepada Bakal Calon (Balon) yang dinilai tidak sesuai dengan ekspektasi elite parpol di tingkat pusat.
“Adanya informasi tentang petahana masih memiliki dukungan lebih dari 40 persen, kegamangan (kegalauan) yang disebabkan tarik ulur kepentingan politik di tingkat pusat,†pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.