Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ekonom UI: Resesi Itu Sebuah Keniscayaan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Selasa, 04 Agustus 2020, 15:57 WIB
Ekonom UI: Resesi Itu Sebuah Keniscayaan
Dosen ekonomi senior Universitas Indonesia, Djamester Simarmata/Net
rmol news logo Prediksi mengenai ekonomi Indonesia yang terpuruk di kuartal kedua dan ketiga hingga menuju resesi bisa saja terjadi. Hal ini merujuk pada terpuruknya ekonomi negara lain yang juga terdampak Covid-19.

“Ini kan sudah suatu keniscayaan ya. Orang tidak bisa bekerja, pabrik tidak bisa bekerja penuh. Lalu dari mana uang? Orang mau belanja apa segala macam itu semua sangat berat, bukan hanya Indonesia. Tinggal sekarang bagaimana menyelesaikannya,” kata dosen ekonomi senior Universitas Indonesia, Djamester Simarmata kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (4/8).

Untuk terbebas dari ancaman resesi, Djamester menyarankan pemerintah mengubah sistem moneter Indonesia.

“Jadi, berapa persen perusahaan yang bekerja, berapa persen orang yang bekerja, ini yang jadi masalah. Kalau hanya dipaksakan itu saja sih bisa saja,” katanya.

Dia menerangkan, permasalahan Covid-19 di negara-negara maju sangat kompleks, termasuk Indonesia. Di Singapura, PDB mereka terjun bebas di angka 43 persen. Kemudian di Jerman yang belum pernah mengalami resesi ataupun depresi besar dari segala masalah itu sekarang mengalami kehancuran.

“Jeman sekarang payah jika dibandingkan selama ini (sebelum pandemik). Tapi, dia masih yang paling sedikit ya,” imbuhnya.

Ekonomi di Jerman, kata Djamester, cukup kecil mengalami dampak Covid-19. Pasalnya, Jerman menganut sistem moneter dengan mengedepankan bank lokal atau koperasi.

“Bank di Jerman itu dominan di koprerasi. Jadi koperasi itu yang dekat dengan rakyat. Jadi bank itu untuk rakyat, tidak keluar dari situ,” paparnya.

Sejumlah kebijakan di Indonesia pun ia kritisi, mulai dari sistem moneter hingga independensi Bank Indonesia yang berada di luar pemerintahan. Padahal, kata dia, seharusnya BI sebagai bang sentral nasional di bawah pemerintahan.

“Dari sisi yang saya lihat itu, situasi sekarang ini sistem moneter harus diubah. Bank sentral itu di bawah Menteri Keuangan, jadi kalau buka Pasal 33 Ayat 2, sektor-sektor yang menyangkut negara, menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara,” katanya.

Terakhir, Djamester juga meminta agar pemerintah mempelajari kembali Pasal 33 ayat 2. Merujuk UUD 1945, jelasnya, pencetakan uang yang dilakukan oleh bank komersil seharusnya dikembalikan fungsinya.

"Kalau disebutkan bank komersil itu perantara (mencetak uang), itu bohong, salah. Jadi ini harus dikembalikan kalau kita mau ikut UUD45," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA