Prediksi itu sebagaimana disampaikan oleh peneliti muda dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menanggapi rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS) soal pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II yang mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen.
Menurut Bhima, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II mengalami kontraksi diakibatkan minimnya penyerapan anggaran stimulus yang hanya digembar-gemborkan oleh pemerintah sendiri.
"Yang menyebabkan resesi adalah pemerintah sendiri. Ini terbukti dari rendahnya belanja pemerintah justru disaat paling dibutuhkan. Pemerintah gembar gembor stimulus tapi faktanya realisasi sangat rendah," ujar Bhima Yudhistira kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (6/8).
Pada kuartal III nanti, Bhima menilai akan terjadi resesi. Jika kondisi ini berlanjut hingga 2021 nanti, maka Indonesia akan masuk pada depresi.
Resesi sendiri akan terjadi jika selama dua kuartal berturut-turut ekonomi Indonesia mengalami kontraksi. Dampaknya jelas, yakni penurunan daya beli, PHK massal dan naiknya angka kemiskinan.
"Kalau depresi imbasnya lebih parah karena depresi artinya dua tahun terjadi pertumbuhan ekonomi negatif mirip seperti 1930-1933. Jika depresi terjadi dampak sosialnya mengarah pada kerusuhan dan konflik horizontal," pungkas Bhima.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: