Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Rionald Silaban menyebutkan, keputusan itu terkait pernyataan Veronika yang bertolak belakang dengan kontrak program beasiswa yang diberikan LPDP.
"Sebagai institusi yang memberangkatkan orang sekolah bahwa saya (LPDP) punya ketentuan dan saya punya kontrak. Gitu aja," tegas Rionald Silaban saat dihubungi
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (12/8).
Berdasarkan aturan main yang berlaku, LPDP memberikan syarat kepada penerima beasiswa ke luar negeri untuk kembali ke Indonesia usai menuntaskan studinya, dan wajib mengabdi ke Indonesia selama 5 tahun.
"Jadi siapapun itu, kontraknya begitu," ujar Rionald Silaban.
Terlebih lagi, Rionald mengatakan, kasus Veronika Koman merupakan satu diantara 4 kasus yang melanggar kontrak atau perjanjian beasiswa. Jumlah itu merupakan hasil penelusuran LPDP dari ratusan laporan yang masuk.
"Case yang kita dapat laporan, orangnya di luar negeri tapi enggak pulang, nah itu kita tindaklanjuti. Ternyata memang ada yang masih melanjutkan sekolah post doctoral, ada yang sedang intensif. Nah, yang betul-betul jadi kasus itu yang dalam penagihan ada 4, termasuk si Veronika," bebernya.
Oleh karena itu, Rionald Silaban menyatakan sangkaan Veronica kepada pemerintah adalah salah, karena telah menganggap hak penagihan uang beasiswa hanya dilakukan terhadap dirinya dan masih terkait dengan aktivitasnya di Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia untuk Papua (PAHAM Papua).
"Karena misalnya kamu sudah berangkat pakai uang wajib pajak Indonesia ke luar negeri. Saya sudah bilang ke kamu, kamu harus pulang ya karena uang rakyat itu dipakai untuk membangun SDM Indonesia bukan SDM luar negeri, kan begitu. Ya kalau kamu enggak kembali ya kamu bayar dong. Ini kan uang tax payer Indonesia," jelasnya.
"Jadi bukan sesuatu yang diskriminatif, enggak. Itu
as simple as that gitu loh," demikian Rionald Silaban menambahkan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.