Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Stimulus Tak Akan Mampu Genjot Ekonomi, Hanya Perpanjang Napas Hingga Akhir Pandemik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Jumat, 14 Agustus 2020, 03:37 WIB
Stimulus Tak Akan Mampu Genjot Ekonomi, Hanya Perpanjang Napas Hingga Akhir Pandemik
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan/Net
rmol news logo Stimulus yang dipersiapkan pemerintah untuk menanggulangi krisis ekonomi karena virus corona baru (Covid-19) diprediksi tidak mampu mendongkrak perekonomian domestik pada kuartal III 2020.

Hal ini disampaikan Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan dalam Sarasehan Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DN-PIM) bertajuk 'Resesi Ekonomi, Bagaimana Menyelematkan Indonesia?'.

"Justru saya melihat ada atau tidak adanya Covid-19 ini masih akan turun (kuartal III) dan kemungkinan penurunan ini adalah year on year (YoY) lebih besar dari kuartal II. Jadi bisa lebih besar dari 5,32 persen," ujar Anthony dalam pemaparannya secara virtual, Kamis (13/8).

Salah satu cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk memompa perekonomian agar tumbuh positif, menurut Anthony adalah memastikan konsumsi masyarakat tumbuh, investasi bergerak maju, dan ekspor meningkat.

"Tapi itu semuanya masih sangat sulit. Ekspor pun tidak bisa, semua negara lagi resesi. Dan pertanyaannya adalah, satu-satunya stimulus, apakah bisa efektif membantu pertumbuhan ekonomi?" tuturnya.

Berdasarkan data yang ia miliki, stimulus yang digelontorkan pemerintah sejumlah Rp 203,1 triliun pada triwulan III berupa PKH, BLT, kartu sembako, kartu prakerja, insentif tenaga kesehatan, diskon tarif listrik, hingga subsidi gaji pegawai swasta belum cukup membantu pertumbuhan ekonomi.

Pasalnya, Anthony membandingkan sumbangsih stimulus ekonomi yang telah digelontorkan pada kuartal II lalu dengan stimulus ekonomi yang juga dilakukan negara lain tidak memberikan efek ke pertumbuhan ekonomi.

"Kalau kita lihat stimulus di Indonesia itu hanya 4,4 persen saja, dibanding stimulus Amerika Senrikat 13,2 persen dari PDB. Nah di sini kita lihat Q2 (kuartal II) 2020 Amerika Serikat kontraksi 9,5 persen. Begitu juga Jerman, jauh lebih besar stimulusnya, tapi ekonominya kontraksi," terangnya.

Oleh karena itu, Anthony berkesimpulan bahwa pemberian stimulus ekonomi di kondisi Covid-19 saat ini tidak mungkin bisa menigkatkan laju pertumbuhan ekonomi, meskipun sumbangsihnya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) disuatu negara mencapai 10 persen.

"Jadi stimulus ini hanya membantu masyarakat yang terdampak pandemik. Tidak bisa stimulus mengarah ke sektor produksi, karena tidak ada permintaan. Jadi stimulus itu hanya mengarah ke permintaan dan hanya untuk masyarakat yang terdampak pandemik dari jaring pengaman sosial dan lainnya," tuturnya.

"Saya lihat bahwa disini tidak ada celah, (stimulus ekonomi) hanya untuk menunggu apakah pandemik ini berakhir secara natural atau dengan adanya vaksin dan sebagainya," demikian Anthony Budiawan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA