Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Minta Pelaku Sejarah Jujur, Legislator DPR: MoU Helsinki Ibarat Jantung Masyarakat Aceh

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Minggu, 16 Agustus 2020, 05:45 WIB
Minta Pelaku Sejarah Jujur, Legislator DPR: MoU Helsinki Ibarat Jantung Masyarakat Aceh
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Nasir Djamil/Istimewa
rmol news logo Para pelaku sejarah Aceh diminta bersikap jujur untuk menyampaikan kepada masayarakat Aceh tentang nasib butir-butir MoU Helsinki. Dengan mengungkapkan sejarah secara gamblang, tak akan ada masyarakat Aceh yang merasa tertipu.

“MoU Helsinki ibarat jantung dalam diri masyarakat Aceh. Jangan sampai jantung perdamaian itu tak berdenyut lagi,” kata anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Nasir Djamil, dalam sebuah diskusi memperingati 15 Tahun Perdamaian Aceh, Sabtu (15/8).

Menurut Nasir, saat Undang-Undang Pemerintahan Aceh dibuat, di tingkat masyarakat muncul ikatan solidaritas yang sangat kuat. Saat itu, semua komponen bersatu menyikapi undang-undang buah dari perdamaian Aceh.

Karena itu, Nasir berharap butir-butir MoU Helsinki bisa dilaksanakan seutuhnya. Karena, perjanjian damai ini adalah modal penting generasi Aceh untuk membangun daerahnya.

Mou Helsinki sendiri berisi 71 Pasal. Ini adalah kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dalam kesepakatan yang memuat tentang hak asasi manusia, MoU mengharuskan Pemerintah Indonesia membentuk sebuah Pengadilan Hak Asasi Manusia dan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk merumuskan dan menentukan upaya rekonsiliasi.

Menurut Nasir, dalam kesempatan berbeda, ada lima peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang menonjol. Kejadian Simpang KKA pada 1999, misalnya. Kejadian ini bermula dari unjuk rasa masyarakat setempat yang memprotes penganiayaan yang dialami sejumlah masyarakat di kawasan itu. Namun protes ini dibalas dengan serangan oleh aparat militer. Peristiwa ini menyebabkan 23 orang meninggal dunia dan 30 orang luka-luka.

Kekerasan lain terjadi di Jambo Keupok 2003. Komnas HAM mencatat, 16 warga Desa Jambo Keupok, Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan, meninggal dunia. Mereka dibakar hidup-hidup dan ditembak oleh aparat bersenjata. Sementara 23 orang lainnya disiksa. Mereka dipaksa memberikan informasi tentang keberadaan tokoh-tokoh Gerakan Aceh Merdeka.

Peristiwa lain adalah penghilangan paksa di Timang Gajah yang menewaskan 25 orang di Bener Meriah, lalu tragedi Rumah Geudong yang menewaskan sekitar 378 jiwa di Pidie, dan tragedi Bumi Flora yang menewaskan 30 warga sipil di Aceh Timur.

Nasir mengatakan, saking frustrasinya menunggu pengungkapan kasus-kasus kekerasan tersebut, saat ini banyak keluarga korban yang mengaku tak berharap banyak untuk mendapat jawaban atas kekerasan tersebut.

Ditambahkan Nasir, ada pihak-pihak yang ingin terus menutup-nutupi kasus ini dan mendorong agar kasus-kasus ini tidak diselesaikan dengan pendekatan yudisial. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA