Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tanggapi Kehadiran KITA, Inisiator KAMI: Seharusnya Mengontrol Kekuasaan, Bukan Mengontrol Sesama Civil Society

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Kamis, 20 Agustus 2020, 20:12 WIB
Tanggapi Kehadiran KITA, Inisiator KAMI: Seharusnya Mengontrol Kekuasaan, Bukan Mengontrol Sesama Civil Society
Ahmad Yani/Net
rmol news logo Meskipun tidak mempersoalkan kehadiran Kerapatan Indonesia Tanah Air (KITA), Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) turut mengkritisi tujuan KITA.

Inisiator sekaligus deklarator KAMI, Ahmad Yani menilai, seharusnya kekuatan civil society melakukan kontrol terhadap kekuasaan, dan bukan malah mengontrol atau membuat saingan sesama civil society.

"Tapi sayang seharusnya, civil society itu adalah mengontrol kekuasaan, bukan sesama civil society. Tapi kita gak ada masalah. Enggak ada terganggu, malah KAMI mengajak KITA untuk menilai sama-sama kondisi hari ini. Jawab aja, silakan KITA menjawab apa yang ada," ujar Ahmad Yani kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (20/8).

Bahkan, Yani pun menilai bahwa jargon atau slogan KITA yakni "Tidak Ada KAMI, Tidak Ada KAU, Yang Ada KITA, KITA Indonesia" hanyalah sebuah pemantik.

"Kita gak ada waktu lah melayani model-model kaya gitu. Coba kreatiflah, kalau mereka mau membela pemerintah Jokowi, sebut aja sekarang gak krisis. Jawab aja begitu, lebih bagus. Tidak ada minus 5,32. Sekarang positif. Terus jawab bahwa pemerintah sudah menyalurkan uang ke semuanya, kaya gitu," jelas Yani.

Yani pun turut mengingatkan bahwa gerakan moral adalah gerakan untuk membela rakyat atas kondisi bangsa Indonesia saat ini.

Kata Yani, kesulitan warga mencari kerja dan berbagai kondisi yang memprihatinkan adalah fakta politik yang tidak bisa disangkal.

"Kalau gerakan moral adalah dia memperjuangkan kepentingan rakyat, rakyat susah cari kerja, bagaimana mereka caranya, terus rakyat susah sekarang ini katanya dana-dana Covid-19 besar, tapi kok orang mau tes bayar, rapid test dan swab test bayar mahal," pungkas Yani.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA