Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lewat Sebuah Buku, Peneliti Asing Kritik Sifat Terburuk Jokowi Tangani Corona Hingga Pembangunan Ibukota Baru

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-1'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Kamis, 20 Agustus 2020, 21:57 WIB
Lewat Sebuah Buku, Peneliti Asing Kritik Sifat Terburuk Jokowi Tangani Corona Hingga Pembangunan Ibukota Baru
Cover buku berjudul "Man of Contradictions: Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia"/Net
rmol news logo Sebuah buku karya Lowy Institute, Benjamin "Ben" Bland yang berisi tentang kritik terhadap Presiden Joko Widodo akan segera diluncurkan.

Buku yang bercerita tentang kebangkitan Jokowi dari kehidupan sederhana di rumah yang berada di tepi sungai hingga sukses menjadi pengusaha furnitur dan menjadi orang nomor satu di Indonesia ini dijadwalkan akan dirilis pada 1 September.

Buku berjudul "Man of Contradictions: Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia" ini disebut-sebut akan menjadi “buku panduan” strategis bagi para politisi Australia yang berencana menggandeng Indonesia dalam kancah global.

Sebab secara gamblang, Bland menguliti jalannya roda pemerintahan Indonesia di era Presiden Joko Widodo. Puncaknya, dia menyebut bahwa pemerintah Indonesia tengah menunjukkan banyak sifat terburuk dalam menangani wabah corona. 

Mulai dari pengabaian nasihat ahli, kepercayaan pada masyarakat sipil yang minim, hingga kegagalan mengembangkan strategi yang koheren.

Buntutnya, sifat terburuk pemerintah Indonesia itu telah mengakibatkan 2 juta orang menganggur dan di satu sisi Indonesia menjelma sebagai negara dengan kasus corona tertinggi di Asia Tenggara.

Direktur program Asia Tenggara di Lowy Institute itu turut menyoroti sifat Jokowi yang aneh dan gaya pemerintahan yang tidak terorganisir. Salah satu contohnya adalah rencana Jokowi membangun ibukota baru di Pulau Kalimantan.

"Tidak ada analisis yang tepat tentang proyek infrastruktur mana yang akan paling meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas. Sebaliknya dia hanya mendorong proyek tergantung di mana dia berkunjung,” ujarnya seperti diunggah di Sydney Morning Herald, 13 Agustus lalu.

Kebijakan luar negeri Presiden Joko Widodo juga ikut disentil oleh Bland. Dalam hal ini, ketidakhadiran Presiden Joko Widodo dalam Sidang Umum PBB yang dikritik. 

"Dalam lima tahun pertamanya, Jokowi tidak menghadiri satu pun Sidang Umum PBB,” sambung mantan koresponden asing di Jakarta, Hong Kong, dan Hanoi untuk media Financial Times itu.

Lulusan Universitas Cambridge ini turut menyoroti “kengototan” Presiden Joko Widodo yang menarik investasi dari siapapun yang memiliki uang tunai paling banyak. Kengototan itu dilakukan demi mencapai tujuan ekonomi domestik yang tengah ambruk.

China menjadi negara yang digandeng erat. Pembangunan jalan, jembatan, pembangkit listrik, pelabuhan, hingga mercusuar jalur kereta cepat Jakarta-Bandung dikerjakan dengan menggandeng China.

Dalam buku ini, Bland juga memberikan penilaian tentang kerasnya prioritas Jokowi di tengah ketegangan antara Amerika Serikat, China, dan negara-negara Asia Tenggara atas Laut China Selatan.

Katanya, para pemimpin negara Barat saat ini memang sedang membutuhkan mitra baru di Asia untuk membantu melawan China. Namun, Jokowi tidak punya waktu membangun kekuatan politik besar.

Kepada para politisi di Australia, Bland mengingatkan agar tidak terlalu tinggi berekspektasi kepada Jokowi. Terutama bagi mereka yang menaruh harapan agar Jokowi membuka ekonomi Indonesia untuk investasi Australia dan berdiri di kawasan itu sebagai kekuatan penyeimbang melawan China.

“Bagaimanapun, dia tetap dibatasi oleh komitmen mendalam Indonesia untuk mempertahankan otonomi strategis dan menghindari keterlibatan asing," ujar pria yang pernah tinggal di Indonesia, Singapura, dan Vietnam selama enam tahun. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA