Begitu kata peneliti Insititut Riset Indonesia (INSIS), Dian Permata. Menurutnya, pemakaian jasa
influencer tak berguna dengan baik dalam menyukseskan program pemerintah.
"Karena tidak ada ukuran yang
ajeg apakah penggunaan
influencer dikatakan berhasil. Teknik komunikasi publik dianggap berhasil apabila publik paham dan mengerti hingga menggunakan produk kebijakan yang dikeluarkan," ujar Dian Permata kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (21/8).
Bagi Dian, kerja-kerja
influencer hanya sebatas menyampaikan konten saja tanpa bersinggungan sebagaimana konten itu berguna atau tidak bagi publik.
"Penggunaan
influencer justru menegasikan kerja-kerja dari kehumasan internal dari tiap-tiap Kementerian. Adanya
influencer ini menegaskan ada gap yang harus dijembatani. Artinya, pokok persoalan dari sebuah kebijakan diabaikan begitu saja," jelas Dian.
Dengan demikian, dibanding pemerintah menggelontorkan dana untuk membiayai
influencer, lebih baik uang tersebut digunakan pelatihan kehumasan.
"Seperti pelatihan media
monitoring, membuat
press release hingga pada agenda
setting. Dengan begitu, ada peningkatan
skill mumpuni dari aparatur kementerian," pungkas Dian.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: