Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sulit Buka Prodi Umum, 10 Rektor UIN Mengadu Kepada Pimpinan DPD RI

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Senin, 24 Agustus 2020, 09:06 WIB
Sulit Buka Prodi Umum, 10 Rektor UIN Mengadu Kepada Pimpinan DPD RI
Pimpinan DPD terima kunjungan para rektor UIN/Net
rmol news logo Merasa kesulitan dan alami hambatan untuk membuka program studi umum dan terapan, 10 rektor dari Universitas Islam Negeri (UIN) menemuai pimpinan DPD RI.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Dalam pertemuan di rumah dinas Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Jakarta, Minggu (23/8), 10 rektor tersebut berharap mendapat jalan keluar melalui kerja konkret para senator di Senayan.

"Kami terus terang sangat berharap kepada DPD RI, setelah kami melihat sendiri bagaimana perjuangan DPD RI yang berhasil membantu peningkatan status 9 kampus IAIN menjadi UIN. Nah sekarang giliran kami, kampus UIN lama, yang mengalami hambatan dalam membuka prodi umum di kampus kami," kata Prof. Fauzul Imam, yang didapuk sebagai juru bicara 10 kampus UIN.

Dikatakan Fauzul, beberapa kampus UIN kesulitan membuka prodi ilmu sosial dan sains yang berbasis terapan. Mereka hanya bisa membuka prodi umum ilmu induk. Padahal ilmu terapan lebih dibutuhkan dalam menjawab tantangan jaman.

"Dan hal itu sesuai dengan kebutuhan dan minat masyarakat. Dan niat kami memang memadukan antara ilmu agama dan sains," urai Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten itu.

Sementara itu, Rektor UIN Imam Bonjol Padang, Prof. Eka Putra Wirman mengungkapkan seharusnya tidak ada perbedaan antara Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dengan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), selama statusnya sama-sama universitas. Seperti halnya Madrasah Ibtidaiyah (MI) setara dengan SD, Madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan SMP, dan Madrasah Aliyah (MA) setara dengan SMA.

"Padahal kalau mau jujur, PTN yang ada sekarang tentu tidak mampu menampung semua anak bangsa yang ingin belajar di fakultas-fakultas ilmu terapan yang ada. Dan kami, UIN, selain tersebar merata di hampir semua provinsi, biaya pendidikan di UIN relatif lebih murah dan terjangkau bagi peserta didik di daerah, tanpa mengurangi mutu. Karena kami rata-rata juga terakreditasi A dan B. Ini seharusnya faktor yang juga harus dilihat," tukas Eka.

Atas hal itu, Ketua DPD LaNyalla meminta masing-masing kampus membuat daftar masalah yang dihadapi, untuk kemudian diserahkan kepada Komite III DPD yang membidangi pendidikan.

"Nanti dari situ akan kami telaah, dan kami petakan. Di tataran kebijakan akan menjadi ranah pimpinan, dan di tataran fraksis akan menjadi tugas teknis Komite III," tandasnya.   
   
Senada dengan LaNyalla, Wakil Ketua DPD, Nono Sampono menyakini apa yang diperjuangan kampus UIN akan terwujud. Selama tolok ukurnya berdasarkan kebutuhan. Seperti halnya IAIN meningkat status menjadi UIN karena kebutuhan. Begitu pula UIN membuka prodi ilmu terapan, juga harus karena kebutuhan.

Ditambahkan Nono, memang harus ada proses untuk itu. Seperti yang pernah dia alami saat menjadi Gubernur Akademi TNI, untuk memperjuangkan kesamaan derajat antara lulusan Akademi Militer dengan Strata S1.

"Alhamdulillah akhirnya bisa. Kuncinya harus berdasarkan kebutuhan. Dan saya pikir, Presiden Jokowi berulang kali menekankan pentingnya kualitas SDM Indonesia untuk dapat melakukan lompatan. Itu saya kira salah satu kebutuhan," ujarnya.

Di tempat yang sama, Ketua Komite III DPD, Sylviana Murni optimis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim dapat memahami niat kampus-kampus UIN untuk membuka prodi ilmu terapan. Mengingat Mendikbud telah meluncurkan program "Merdeka Belajar: Kampus Merdeka", bagi perguruan tinggi.

"Program tersebut memberikan otonomi bagi PTN maupun swasta yang berakreditasi A dan B untuk membuka prodi baru. Dengan titik tekan, prodi yang sesuai kebutuhan masa depan. Dan akan dipermudah, apabila kampus tersebut telah menjalin kerjasama dengan organisasi dunia atau 100 kampus terbaik dunia. Saya pikir UIN lebih mudah bekerja sama dengan kampus seperti Al-Azhar dan lainnya kan," tukas Senator asal DKI Jakarta itu.

Optimisme para Senator juga disampaikan Wakil Ketua DPD, Sultan Baktiar Najamudin. Menurutnya selama hambatan itu masih berkisar di sektoral antar kementerian, maka DPD yakin dapat memperjuangkan aspirasi para rektor.

"Dalam case UIN ini kan ada tiga kementerian yang terlibat. Kemenag, Kemendikbud dan Kemenpan/RB. Selama masih dalam tataran Permen dan Kepmen, tidak terlalu sulit," ungkapnya.

Dalam pertemuan yang dihelat Minggu petang itu, selain Rektor UIN Banten dan Padang, juga hadir Wakil Rektor UIN Bandung Prof. Rosihan Anwar dan Dr. Alamsyah dari UIN Lampung. Sedangkan pimpinan UIN Sunan Ampel Surabaya, UIN Mataram, UIN Walisongo Semarang, UIN Sultan Thoha Saifudin Jambi, UIN Antasari Banjarmasin, dan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang berhalangan hadir.

Sementara Senator yang juga hadir tampak Wakil Ketua Komite III Fadhil Rahmi, Abdul Rahman Thaha dan Ajbar, serta Sekjen DPD RI Reydonnyzar Moenek. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA