Sebab Menurutnya, penggunaan
influencer untuk membangun citra positif dalam kebijakan yang dilakukan pemerintah tak akan bertahan lama, apalagi membekas di masyarakat.
"Sekarang ada dana untuk
influencer, hanya untuk pencitraan. Citra itu bahasa Melayu, artinya bayangan. Ya buat
ape?" ucap Ridwan Saidi saat menjadi narasumber dalam diskusi virtual bertema '75 Tahun Merdeka, Besok Mau Apa?' yang digelar
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (25/8).
Menurut Babe Saidi, sapaan karib budayawan tanah Betawi itu, dahulu ketika era orde lama pun tidak ada istilah
buzzer yang berperan untuk memperbaiki citra pemerintah.
"Kalau dulu nggak ada ginian. Paling dulu tuh ada Bansoek (Barisan Soekarno)," kenangnya bercerita.
Lebih lanjut, Babe Saidi menyatakan adanya influencer yang disebut-sebut seperti
buzzer politik itu menunjukkan rendahnya kualitas komunikasi. Ini sedikit banyaknya akan berpengaruh pada demokratisasi di Indonesia.
"Yang pasti
buzzer itu
under quality. Komunikasinya enggak bagus. Demokrasi di Indonesia bisa berubah jadi komersialisasi," pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.