Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jika Sofyan Djalil Berkelit Penuhi Tuntutan Petani Sumut, Berarti Dia Telah Membangkang Perintah Presiden

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Jumat, 28 Agustus 2020, 20:23 WIB
Jika Sofyan Djalil Berkelit Penuhi Tuntutan Petani Sumut, Berarti Dia Telah Membangkang Perintah Presiden
Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil/Net
rmol news logo Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil bisa jadi membangkang dari perintah Presiden Joko Widodo jika tidak penuhi tuntutan petani Desa Simalingkar dan Sei Mencirim, Sumatera Utara.

Terlebih, pada 31 Mei 2019 dalam rapat terbatas (Ratas) presiden dan kementerian terkait telah memerintahkan percepatan penuntasan konflik agraria diseluruh daerah.  

Begitu ditegaskan Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) Budiardjo saat memberikan pernyataannya dalam serial diskusi "Tanya Jawab Cak Ulung: Dari Simalingkar ke Gerbang Istana" yang digelar Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (28/8).

"Kalau menteri ini karena sudah ada dasar perintah presiden pada ratas, kita tinggal katakan ke presiden, dasar sudah ada, kami minta Sofyan Djalil diganti karena dia membangkang (perintah) ratas," kata Budiardjo.

Ia menguraikan, apabila Sofyan Djalil selaku Menteri ATR/BPN masih berbelit-belit dalam memenuhi tuntutan petani Simalingkar dan Sei Mencirim tersebut patut diduga ada upaya mempersulit hak atas tanah dan lahan masyarakat dua desa tersebut.

Menurut dia, dasar hukum para petani Simalingkar dan Sei Mencirim sudah kuat tinggal mendesak presiden untuk mengeluarkan perpres agar hak atas tanah dan lahan petani kembali lagi.

"Dasar hukumnya adalah PP 10/1961 tentang pendaftaran tanah. Isinya adalah bukti kepemilikan lama; girik, dll termasuk surat yang mereka (petani) miliki tahun 1951. Dengan dokumen yang lengkap itu kita mengajukan ke presiden untuk membuat Keppres," katanya.

Namun begitu, ia meyakini bahwa pemerintah pusat dalam hal ini menjadi domain Kementerian ATR/BPN akan berdalil menggunakan PP 24/1997 yang mengatur tentang pendaftaran tanah tidak mengakomodir kepemilikan lama sebagaimana PP 10/1961.

"Disitulah masuknya mafia tanah didalam kebijakan. Saya tau yang digunakan itu PP 24. Tapi ini kan kasusnya tahun 1951. Kita dalilkan itu, jadi dasar hukumnya kuat, Presiden bilang keluarkan Keppres. Kalau tidak berarti you presiden sama saja," tegasnya.

Lebih jauh daripada itu, Budiardjo menyatakan bahwa tidak ada konflik dan sengketa tanah di Desa Simalingkar dan Sei Mencirim Sumatera Utara tersebut.

Namun, yang terjadi adalah perampasan tanah dan penggusuran paksa tanah rakyat oleh negara dalam hal ini PTPN II.

"Tidak ada konflik, sengketa tanah di situ, yang ada perampasan. Dalam hal ini PTPN II merampas tanah rakyat melanggar UU Pokok Agraria dan melanggar UUD 1945 Pasal 33," ungkapnya.  

"Kalau negara melanggar itu, mereka bisa kita pidana semua. Termasuk menteri Presidennya. Karena perampasan tanah itu terstruktur sistematis dan massif diseluruh Indonesia," demikian Budiardjo. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA