Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jika Tidak Mau Ditinggal, Partai Politik Harus Membuka Ruang Kepada Anak Muda

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Sabtu, 29 Agustus 2020, 07:47 WIB
Jika Tidak Mau Ditinggal, Partai Politik Harus Membuka Ruang Kepada Anak Muda
Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Pubolaksono/Net
rmol news logo Anak muda menjadi bagian politik dinasti pada Pemilihan Kepala Daerah 2020. Terdapat 6 orang dari 23 orang bakal calon yang berstatus anak, berusia di bawah 30 tahun atau merepresentasikan kelompok milenial.

Demikian disampaikan Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Pubolaksono, Sabtu (28/8).

Temuan ini dibuat berdasarkan hasil pengamatan The Indonesian Institute di media massa dari tanggal 10 hingga 14 Agustus 2020.

Temuan The Indonesian Institute juga menyatakan praktik politik dinasti terjadi di 30 daerah dari 270 daerah yang menyelenggarakan Pilkada Serentak 2020.

Di 30 daerah tersebut, sebanyak 52 orang bakal calon masih memiliki kekerabatan dengan aktor politik di tingkat daerah maupun pusat.

Temuan lain dari The Indonesian Institute berdasarkan tingkatan dalam pilkada, 71.15 persen bakal calon akan berlaga di tingkat kabupaten, sebanyak 25 persen bakal calon di tingkat Kota, dan 3.85 persen akan mencoba peruntungannya di tingkat provinsi.

Terkait dengan keikutsertaan anak muda sebagai bagian politik dinasti, temuan ini menjadi menarik di tengah gencarnya arus dorongan untuk anak muda diberikan kesempatan yang lebih luas dalam kancah politik.

"Satu sisi positif bagi representasi politik kelompok milenial. Namun, di sisi lain keberadaan mereka dibayangi dengan stigma yang melekat bahwa mereka menjadi alat untuk tetap mengkokohkan dinasti politiknya," ucap Anto.

Anto mengatakan, jika partai politik mendorong pemimpin muda, seharusnya bukan karena si A anak siapa, atau si B menantu siapa, tetapi lebih kepada kompetensi para bakal calon. Karena sesungguhnya semua bakal calon termasuk anak-anak muda layak dicalonkan jika memang mereka memiliki kompetensi yang baik.

Anto menambahkan, jika memang anak muda memiliki kompetensi, maka layak untuk dicalonkan.

"Semoga saja dengan munculnya pemimpin muda mengubah wajah politik kita dengan terobosan-terobosan baru. Jika ada terobosan baru dari partai politik, maka hal ini akan menjadi daya tarik bagi pemilih khususnya pemilih muda untuk memilih partai tersebut," ujar Anto.

Pemilih muda cenderung kritis terhadap kondisi negara hari ini, termasuk di dalamnya perilaku elit politik yang tengah berkompetisi saat ini. Karena memiliki kecenderungan evaluatif, maka orientasi pemilih anak muda tidak memiliki ikatan terhadap partai politik maupun kandidat.

Anto mengatakan, tidak mengherankan jika perilaku memilih anak muda merupakan bagian dari 'swing voters' dalam setiap pemilu. Swing voters sendiri adalah perilaku pemilih yang berubah atau berpindah pilihan partai atau calon dari satu pemilu ke pemilu berikutnya.

Oleh karena itu, Anto mengingatkan partai politik untuk membuka ruang yang lebih luas kepada anak muda yang memiliki kompetensi untuk berkiprah di dunia politik, tanpa melihat embel-embel kekerabatan, jika tidak ingin ditinggal pemilihnya di masa yang akan datang. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA