Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Disertasi Atep A. Rofiq: Negara Punya Kekuatan Dan Kedaulatan Terkait Freeport

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Sabtu, 29 Agustus 2020, 13:45 WIB
Disertasi Atep A. Rofiq: Negara Punya Kekuatan Dan Kedaulatan Terkait Freeport
Atep A. Rofiq/Net
rmol news logo Kehadiran PT Freeport Indonesia (PTFI) yang beroperasi di Papua, menjadi salah satu potret penting pasang surutnya hubungan ekonomi politik antara Indonesia dengan Amerika Serikat.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Puncaknya ketika pemerintah hendak mengubah Kontrak Karya (KK) milik PTFI menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai amanat UU No. 4/2009 yang akhirnya kesepakatan tercapai pada Agustus 2017 lalu.

Hal ini merupakan momentum perubahan mendasar penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara di Indonesia.

Diskursus ini mengemuka dalam sidang ujian promosi doktor bidang Hubungan Internasional Universitas Padjajaran yang diangkat oleh Atep A. Rofiq, Jumat (28/8).

Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus pendiri Intura Research and Consulting itu mengangkat judul disertasi "Kekuatan Tawar Negara dan Perusahaan Multinasional (2009-2017) Studi Kasus Renegosiasi Kontrak Tambang Antara Indonesia dan PT Freeport Indonesia".

Atep memotret tentang strategi pemerintah Indonesia yang berhasil menekan PTFI untuk bersedia beralih dari KK menjadi IUPK, melalui kekuatan tawar dan kapasitas negara yang menjadi modal untuk menekan PTFI agar bersedia meneken kesepakatan dengan sejumlah klausul yang menguntungkan Indonesia.

Setidaknya, lanjut Atep, kekuatan tawar pemerintah Indonesia dilihat dari model tradisional atau obsolescing maupun model politik.

Kekuatan tawar utama pemerintah adalah regulasi akses terhadap sumber daya alam dan ketidakmudahan bagi PTFI untuk memindahkan investasinya ke negara lain terkait ketersediaan SDA yang dimiliki Indonesia.

"Hal ini memunculkan kondisi asymmetric recontracting dalam perubahan KK menjadi IUPK, sehingga berimplikasi pada meningkatnya kekuatan tawar negara," ujar Atep.

"Adapun faktor yang paling penting dari kapasitas negara, yaitu kualitas elit birokrasi khususnya pemimpin tertinggi negara yang mencerminkan sikap tegas, fokus, berwibawa, dan konsisten tanpa konflik kepentingan dan unsur korupsi," sambung pendiri Intura Research and Consulting ini.

Secara teoritis dan konseptual, disertasi dari Direktur Majalah TAMBANG ini, menguatkan kembali pendapat bahwa negara memiliki kedaulatan. Meskipun penerapan kedaulatan dalam konteks tertentu di era globalisasi, perlu dibuat lebih lunak.

"Praktisnya, penelitian ini memberikan sumbangsih, bahwa kekuatan tawar yang demikian perlu dipelihara dan ditingkatkan melalui pembuatan regulasi yang konsisten dengan amanat konstitusi, akselerasi transfer teknologi sehingga pengelolaannya dapat dilakukan oleh anak bangsa supaya memperoleh manfaat ekonomi yang lebih besar," bebernya.

Disamping itu, negara juga tidak boleh menggantungkan penerimaannya hanya pada sektor sumber daya alam. Pemerintah dan DPR harus duduk bersama mencari dana alternatif untuk dapat menutup defisit fiskal. Salah satu caranya dengan melakukan politik anggaran, misalnya seperti sovereign wealth fund.

Atep berharap, keberhasilan ini dapat menjadi acuan masa-masa mendatang, khususnya dalam hal renegosiasi kontrak-kontrak asing di bidang pertambangan yang saat ini masih berjalan dan di sektor industri lain, seperti migas, smelter, otomotif, teknologi, dan sebagainya yang kini masih dominan dipegang asing. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA