“Saya pribadi mendukung itu, karena (dengan adanya PT) tokoh-tokoh potensial tidak bisa berbuat banyak,†kata Adib kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (4/9).
Pasalnya, sambung Adib, Presidential threshold yang tercantum dalam UU 7/2017 tentang Pemilu, mengatur tentang syarat partai atau gabungan partai yang boleh mengusung pasangan capres dan cawapres.
Parpol pengusung capres dan cawapres harus memiliki 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah di level nasional. Dengan kata lain, PT akan membatasi munculnya calon-calon pemimpin potensial yang dimiliki negeri ini.
“Itukan bisa dikatakan pengkebirian demokrasi, sekaligus menjegal tokoh yang mumpuni di negeri ini,†tandas Adib.
Dengan adanya PT, calon-calon yang diusung oleh parpol sangat kental dengan politik transaksional, yang berimbas ketika sudah mendapat kekuasaan para calon hanya memikirkan bagaimana melanggengkan kekuasaan dan menghalalkan oligarki politik dan ekonomi.
“JR (
judicial review) ini adalah perlawanan dari pengekangan demokrasi,†tegas Adib.
Sehingga, Adib menambahkan, jika Indonesia ingin lebih baik dan memberikan kesempatan bagi calon pemimpin yang potensial tanpa beban untuk memimpin negeri ini PT 20 persen memang sejatinya harus ditiadakan.
“Karena adanya PT, siapapun yang ingin pimpin negeri sudah di setting, atas dasar kepentingan dan transaksional,†demikian Adib.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: