Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Nasir Djamil: PT 20 Persen Hanya Untungkan Pemodal Dan Menyia-nyiakan Suara Rakyat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Minggu, 06 September 2020, 20:46 WIB
Nasir Djamil: PT 20 Persen Hanya Untungkan Pemodal Dan Menyia-nyiakan Suara Rakyat
Politisi PKS, Nasir Djamil/Net
rmol news logo Tokoh bangsa seperti Rizal Ramli dan Rocky Gerung mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi perihal presidential threshold atau ambang batas presiden sebesar 20 persen.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Sejumlah politisi pun angkat bicara mengenai langkah Rizal Ramli cs yang mengajukan permohonan uji materi tersebut. Salah satunya politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Nasir Djamil.
Nasir mengakui bahwa saat ini Badan Legislasi DPR RI sedang menggodok aturan tersebut dalam pembahasan RUU Pemilu.

“Soal itu nanti akan dibahas di RUU Pemilu. Saat ini RUU itu sedang disinkronisasi dan harmonisasi di Baleg DPR,” ucap Nasir kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (6/9).

Disinggung mengenai langkah Rizal Ramli cs yang dianggap masyarakat kurang pas dalam mengajukan gugatan ke MK perihal PT 20 persen tersebut, Nasir memberikan jawab diplomatis.

“Bukan kurang pas atau tidak pas, tapi memang RUU Pemilu ini sedang diharmonisasikan dan disinkronisasikan,” katanya.

Nasir menambahkan, sejumlah fraksi di DPR RI yang memiliki kursi minimalis menginginkan ambang batas presiden hanya 5 persen. Jika PT dipaksakan sebanyak 20 persen, maka tidak menutup kemungkinan akan membunuh sistem demokrasi di Indonesia.

“Memang 10 persen atau 15 persen, atau 20 persen itu istilahnya bisa membunuh demorkasi dan menyia-nyiakan suara rakyat,” katanya.

Selain itu, kata Nasir, dengan adanya ambang batas presiden sebanyak 20 persen akan menutup kandidat calon presiden potensial untuk maju dalam kontestasi Pilpres lantaran perlu mendapat dukungan banyak partai politik.

“Itu juga terkesan menguntungkan para pemodal, menguntungkan orang yang punya kuasa uang dan tentu akan menyebabkan ke depan Inpres itu seperti 2019, ada polarisasi. Karena tingginya angka presidential threshold sehingga sulit untuk bisa menghasilkan banyak kandidat,” jelasnya.

“Oleh karena itu, kami berpikir memang ke depan harus dicermati oleh partai besar. Kita sudah punya pengalaman di 2019 di mana ada polarisasi yang begitu kuat dan tajam, dan sampai sekarang itu belum selesai,” tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA