Begitu yang disampaikan oleh Ben Bland saat membedah bukunya yang kontroversial, bertajuk "Man of Contradictions: Joko Widodo and the struggle to remake Indonesia" dalam diskusi virtual yang digelar ISEAS Yusof Ishak Institute pada Senin (21/9).
Mantan koresponden Financial Times tersebut mengaku pernah mewawancarai para menteri Jokowi dan mereka mengatakan kebijakan Jokowi memang kontradiksi.
"Investor, akademisi, jurnalis, dan banyak lainnya bingung dengan apa yang Jokowi lakukan," ucapnya.
Menurut Bland, selama ini kepemimpinan Jokowi lebih banyak berlandaskan pada pengalaman hidup yang ia dapatkan, termasuk sebagai pengusaha mebel. Alih-alih dipengaruhi oleh apa yang ia baca atau saran yang ia dengar.
Hal yang paling mendasar adalah kontradiksinya mengenai "demokrasi".
"Pada 2017, Pak Jokowi bilang demokrasi kita sudah kebablasan. Tapi kemudian ia berkoalisi dengan Prabowo. Lalu Jokowi bilang Indonesia punya jenis demokrasi sendiri," paparnya.
Dalam hal ekonomi, Bland mengatakan, ada perbedaan sosok Jokowi dalam mempresentasikan dirinya di luar dan dalam negeri.
Di luar negeri, ia berusaha membuat Indonesia lebih terbuka dan kompetitif di berbagai forum ekonomi. Namun di dalam negeri ia meminta masyarakat untuk mengurangi impor dan berbagai hal proteksionis lainnya yang jelas sangat bertentangan.
"Ia (Jokowi) adalah seseorang yang menyukai infrastruktur lebih dari pemimpin mana pun di dunia," sambungnya.
Bland mengurai, kebijakan Jokowi untuk memindahkan ibukota merupakan upayanya untuk membuat "warisan".
"Jika kita refleksikan sejarah, setiap presiden punya keinginan untuk memindahkan ibukota," tambahnya.
Diskusi virtual itu sendiri juga menghadirkan Yanuar Nugroho, seorang akademisi sekaligus mantan Deputi II Kepala Staf Kepresidenan di Kantor Staf Presiden (KSP) pada 2015-2019.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: