Sebab dengan keputusan tersebut, pemerintah menempatkan rakyat dengan ancaman wabah virus corona baru (Covid-19) yang belum menunjukkan tanda-tanda penurunan di Indonesia.
"Pilkada tetap digelar 9 Desember dengan alasan situasi masih terkendali dalam penanganan Covid 19 adalah bukti ketidakprihatinan dan kelalaian eksekutif dan legislatif terhadap nyawa masyarakat," kata Direktur Legal Culture Institute, M Rizqi Azmi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (22/9).
Ia menjabarkan fakta penyebaran Covid-19 yang masih tinggi. Per 22 September, kata dia, jumlah kematian akibat Covid-19 sudah menyentuh angka 9.837 jiwa.
"Kesimpulan raker kontraproduktif dengan data satgas Covid-19. Sudah terbukti betapa ganasnya Covid-19 merenggut 160 nyawa dalam hitungan 24 jam dengan mencatatkan jumlah kematian 9.837 orang se-Indonesia.
Fatality rate-nya termasuk yang paling tinggi se-Asia," jelasnya.
Oleh karenanya, berdasarkan analisanya, penundaan pilkada menjadi satu-satunya opsi terbaik di tengah ancaman corona yang masih menghantui masyarakat. Selain demi menyelamatkan nyawa, jelasnya, penundaan pilkada juga bisa menyelamatkan demokrasi dari korupsi politik.
"Minimal 7 bansos yang menjadi triger ekonomi di masa ini tidak menjadi bahan bancakan atau komoditas politik dalam pilkada oleh oknum-oknum elite atau pemda yang ikut berkontestasi. Hal ini terbukti dari supervisi Polri yang menemukan 107 kasus dugaan penyalahgunaan bansos Covid-19 di beberapa daerah yang rata-rata sedang melaksanakan tahapan pilkada," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: