Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengamat: Pilkada 2020 Paling Realistis, Tinggal Elite Kasih Teladan Terapkan Protokol Kesehatan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Jumat, 25 September 2020, 04:27 WIB
Pengamat: Pilkada 2020 Paling Realistis, Tinggal Elite Kasih Teladan Terapkan Protokol Kesehatan
Ilustrasi Pilkada 2020/Net
rmol news logo Gelaran Pilkada Serentak 2020 dinilai sebagai pilihan yang sulit namun harus dilakukan baik oleh pemerintah, DPR RI, maupun penyelengara pemilu.

Demikian disampaikan pengamat politik Wempy Hadir dalam menanggapi keputusan pemerintah beserta DPR RI dan penyelenggara yang tetap menggelar pilkada ppada Desember mendatang.

"Pilihan tetap melaksanakan pilkada serentak dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020 adalah sebuah pilihan realistis dengan berbagai pertimbangan," kata Wempy kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (24/9).

Ia mengakui ada kekhawatiran publik lantaran pilkada digelar di tengah wabah Covid-19 yang bisa mengancam siapa pun dan kapan pun. Namun demikian, ada sisi positif bila pilkada tetap digelar sesuai jadwal.

"Rotasi kepemimpinan akan sesuai dengan jadwal sehingga tidak terganggu pelayanan publik. Kalau terus ditunda, bisa berakibat tersendatnya pelayanan publik karena kewenangan yang dimiliki oleh penjebata sementara tidak nempunyai kekuatan yang lebih," jelasnya.

Selain itu, pilkada serentak di tengah pandemi covid-19 tidak hanya dialamai oleh Indonesia, melainkan juga terjadi di beberapa negara. Pada intinya, kata dia, kunci terselenggaranya pilkada dengan aman adalah ketaatan masyarakat terhadap protokol kesehatan.

Keberhasilan terhadap protokol kesehatan mesti dilakukan top down. Artinya, para elite politik, tokoh agama, tokoh masyarakat perlu mendukung terwujudnya protokol kesehatan.

"Pengaruh tokoh dalam perilaku hidup masyarakat masih sangat tinggi. Oleh karena itu perlu ada keteladanan dari elite-elite kita," lanjutnya.

Selain itu, ia juga menyebut pelaksanaan pilkada tahun ini akan menimbulkan aktivitas ekonomi yang signifikan. Sebab, jelasnya, akan terjadi perputaran uang yang cukup tinggi yang pada akhirnya bisa memengaruhi pertumbuhan ekonomi.

"Apalagi pilkada 2020 diikuti 270 daerah di Indonesia. Ini bukan berarti bahwa kepemtingan ekonomi lebih utama dari nyawa manusia. Nyawa manusia tentu lebih berharaga dari sekadar ekonomi. Akan tetapi kalau orang terus-terusan lapar tentu akan menimbulkan kematian juga," paparnya.

"Jadi memang ini pilihan sulit di antara pilihan yang ada. Yang paling penting, protokol kesehatan harus dikedepankan. Perlu diberikan sanksi yang tegas kepada pasangan cakada yang melanggar protokol kesehatan agar memberi efek jera," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA