"Isu komunisme memang menjadi komoditas rutin menjelang bulan September, sebagai ingatan bangsa yang merupakan bagian sejarah kelam dari perjalanan bangsa Indonesia, maka peringatan itu apapun bentuknya boleh-boleh saja," ujar Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (25/9).
Tetapi, kata Satyo, masyarakat tidak perlu memiliki ketakutan berlebihan yang akhirnya membuat bangsa ini akan gagal menatap masa depan.
"Kita masih punya seperangkat aturan untuk menghalaunya, misalnya TAP MPR nomor 25/1966 yang sampai hari ini masih berlaku. Tapi kita juga mesti detail dalam hal ancaman terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang menjadi filosofi dan dasar hukum negara, bahaya komunisme, fundamentalisme, dan neoliberalisme dalam bidang hukum, politik, dan ekonomi sudah menjadi ancaman nyata dalam kehidupan bangsa Indonesia saat ini," jelas Satyo.
Sehingga, mantan Sekjen Jaringan aktivis ProDemokrasi (ProDEM) ini menilai, pernyataan Gatot soal peringatan G30S/PKI merupakan hal yang biasa.
"Bahkan mestinya harus ditambahkan, harus ada UU seperti TAP MPR soal larangan partai komunis yang melarang pemerintah menjalankan politik, hukum dan ekonomi neoliberal yang tidak sesuai dengan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945," tegas Satyo.
Apalagi, menurut Satyo, Gatot merupakan sosok yang menjadi tokoh penting di Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dan diperlukan ketika pemerintah tidak memiliki oposisi.
"Maka harus ada entitas seperti KAMI, representasi Gatot Nurmantyo yang berani mengkritisi pemerintah dan KAMI sebagai entitas kolektif, maka tidak terlihat kepentingan pragmatis Gatot Nurmantyo," pungkas Satyo.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: