Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

PJCI Usulkan Transisi Energi Nasional Sebagai Semangat RUU EBT

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Kamis, 01 Oktober 2020, 15:21 WIB
PJCI Usulkan Transisi Energi Nasional Sebagai Semangat RUU EBT
Ketua Pembina PJCI, Eddie Widiono/Net
rmol news logo Dalam kesempatan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VII DPR RI hari ini, Kamis (1/10), Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia (PJCI) mengusulkan transisi energi nasional sebagai semangat dasar Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT).

PJCI memandang transisi energi sebagai sebuah perubahan sistem energi yang signifikan dan tidak terbatas hanya pada pemanfaatan sebuah teknologi atau sumber energi tertentu.

Transisi energi ini pada dasarnya merupakan langkah setiap negara yang meratifikasi Paris Agreement on United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC), di mana Indonesia telah meratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016.

“Transisi energi nasional memiliki beberapa komponen kunci, di antaranya peranan pemerintah yang tegas, perencanaan strategis yang komprehensif, perlakuan atas teknologi EBT sesuai karakteristik masing-masing, transformasi teknologi ketenagalistrikan serta harmonisasi peraturan perundangan yang mendukung transisi energi,” papar pendiri sekaligus Ketua Pembina PJCI, Eddie Widiono, pada pembukaan sesi PJCI dalam RDPU, Kamis (1/10).

Dikatakan Eddie Widiono, transisi energi mencakup perubahan sistem energi baik dari sisi pasokan maupun permintaan. Timbulnya gerakan RE100 di dunia, dimana perusahaan-perusahaan global berkomitmen untuk menggunakan 100% energi terbarukan pada 2050 merupakan sebuah bentuk transisi energi dari sisi permintaan.

“Menanggapi sisi permintaan, maka sisi pasokan melakukan transformasi dengan cara mengintegrasikan lebih banyak pembangkitan energi terbarukan ke dalam sistem kelistrikan,” lanjut Eddie.

Pengembangan EBT di Indonesia sampai saat ini masih didominasi oleh issue pasokan EBT, mulai dari aspek regulasi hingga aspek komersial yang masih menemui banyak polemik.

Akibatnya, sisi permintaan tertinggal. Di mana perusahaan-perusahaan RE100 yang beroperasi di Indonesia tidak memiliki banyak ruang gerak untuk memenuhi komitmen mereka.

“Kami mengusulkan kepada Komisi VII DPR RI untuk mengangkat semangat transisi energi nasional dan memperkuat peranan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan
(DJK) dan melakukan perencaan strategis yang lebih komprehensif,” sambung Eddie.

Lebih jauh lagi, PJCI mengusulkan dibentuknya badan usaha khusus EBT untuk menjadi agen pelaksana transisi energi nasional.

“Badan Usaha Pengembangan dan Investasi EBT dibentuk
sebagai BUMN di bidang ketenagalistrikan yang berada di bawah Kementerian Keuangan RI sebagai pemegang saham dan tunduk kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,khususnya DJK, sebagai regulator,” jelasnya.

“Badan usaha ini tidak berkompetisi dengan PT PLN sebagai BUMN ketenagalistrikan yang lebih dahulu hadir, juga tidak dirancang untuk mematikan peranan badan usaha swasta di sektor ketenagalistrikan. Tetapi dirancang untuk berkolaborasi dengan setiap pemangku kepentingan ketenagalistrikan dalam
rangka transisi energi nasional,” sambung Eddie.

Sebagai contoh pelaksanaan di lapangan, PJCI melihat Badan Usaha Pengembangan dan Investasi EBT yang menjadi pembeli listrik dari IPP-IPP EBT, menggabungkan beberapa Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) untuk mendapatkan harga agregat lalu menjual tenaga listrik EBT kepada PLN secara wholesale.

Dengan demikian, kata Eddie, PT PLN memiliki kesempatan untuk menerima best price possible dari gabungan beberapa pembangkit EBT.

“Dalam kerangka mitigasi risiko, maka badan usaha EBT bersama dengan IPP EBT melakukan mitigasi risiko sehingga tidak berdampak kepada PLN,” tambah Eddie. 

Bertindak sebagai badan usaha juga memberikan beberapa keleluasaan dalam rangka investasi bersama, misalnya investasi bersama dengan pemerintah daerah melalui BUMD.

Seperti di India yang memiliki beberapa skema solar park, dimana lahan untuk pembangunan PLTS disediakan oleh Pemerintah India melalui badan usaha yang disebut Solar Energy Corporation of India (SECI).

"Solar park ini tidak hanya menyediakan lahan yang siap pakai tetapi juga jaringan transmisi untuk evakuasi daya ke sistem jaringan listrik. Model seperti ini tentunya akan sangat membantu pengembang PLTS dimana issue akuisisi lahan dan right-of-way transmisi sering kali menjadi penghambat,” urai Eddie .

“Pemerintah daerah dapat melakukan participating interest misalnya dalam bentuk lahan sementara Badan Usaha Pengembangan dan Investasi EBT melakukan penyertaan modal untuk pembangunan jaringan evakuasi daya yang telah dilengkapi  dengan tekologi smart grid. Dengan demikian pemerintah daerah juga memiliki kesempatan untuk mendapatkan nilai tambah dari pembangunan PLTS,” demikian Eddie Widiono. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA